SAIL JOURNALIST
HARI PERS NASIONAL 2016
20 JAM BERLAYAR BERSAMA
KRI MAKASSAR 590
Sail Journalist 2016 merupakan salah
satu rangkaian acara Hari Pers Nasional 2016. Saya
merasa beruntung bisa ikut serta dalam Sail Journalist yang berlangsung pada
tanggal 5-6 Februari 2016. Saya turut berlayar dari Surabaya menuju pulau
Lombok (tempat acara puncak HPN 2016) bersama kapal perang milik TNI Angkatan
Laut, KRI Makassar 590. Tentu tak semua orang mendapatkan kesempatan langka
ini. Saya sendiri mendapatkan undangan mengikuti Sail Journalist dan mengikuti
rangkaian HPN 2016 dari Sekolah Jurnalisme Indonesia.
|
KRI Makassar tampak depan |
Sedianya start Sail Journalist 2016 akan diberangkatkan dari Jakarta, namun, Kepala Staf TNI AL menyarankan, start
pelayaran dimulai dari Surabaya. Karena pertimbangan waktu tempuh, Jakarta-Lombok
sekitar 44 jam, sementara Surabaya ke Lombok, lebih pendek, hanya sekitar 20
jam. Awalnya kapal yang akan dipakai untuk pelayaran adalah KRI Dokter
Soeharso. Namun, KRI ini sedang menjalankan misi kemanusiaan sehingga KRI
Makassar dipilih sebagai penggantinya.
|
tema HPN 2016 |
Saya melihat, peringatan HPN 2016
dikemas lebih istimewa dari tahun-tahun sebelumnya. Dengan
mengusung tema, ‘’Pers Yang Merdeka
Mendorong Poros Maritim dan Pariwisata Nusantara”, peringatan ini bukan hanya didukung oleh TNI Angkatan
Laut yang meminjamkan KRI Makassar 590 untuk pelayaran, tapi juga disupport sepenuhnya oleh pemerintah
provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Peringatan puncak HPN 2016 yang dilaksanakan
di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika Resort NTB pada tanggal 9 Februari 2016 ini,
juga merupakan salah satu upaya promosi pariwisata NTB.
Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari Sail Journalist ini.
Salah satunya, saya bisa mengunjungi markas Komando Armada RI Kawasan Timur
atau disingkat Koarmatim yang membawahi wilayah laut Indonesia bagian timur yang
lokasinya berada di Dermaga Ujung, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Koarmatim merupakan pangkalan utama, terbesar, dan tempat berkumpulnya hampir
setengah kekuatan armada TNI AL. Saat ini Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim)
dijabat oleh Laksamana Muda (Laksda) TNI Darwanto, S.H., M.A.P
|
Sudut Koarmatim |
|
Sudut koarmatim yang lain |
Karena peserta Sail Journalist naik
Kapal KRI Makassar dari Dermaga Ujung ini, maka saya harus masuk ke kawasan terbatas yang tidak sembarang orang bisa berada di sini. Kebetulan
saya datang ke markas Koarmatim lebih awal, tidak bersama rombongan lainnya. Saya harus melapor dua
kali, dan ‘’diinterogasi’’ untuk bisa menembus
penjagaan berlapis dan banyak papan larangan masuk untuk umum.
Setelah masuk ke wilayah Koarmatim yang
diresmikan pada tanggal 30 Maret 1985 ini, perasaan kagum dan bangga
menyelimuti, karena Indonesia dan TNI AL ternyata memiliki pangkalan kapal
perang yang bagus dan representatif. Dari kawasan ini, saya bisa
melihat pemandangan laut utara Surabaya, jembatan Suramadu yang membentang
menyeberangi selat Madura, serta puluhan kapal perang Indonesia. Sambil mengisi waktu, saya mengajak Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Koarmatim Letkol
Laut (KH) Maman Sulaeman berbincang-bincang. Kadispen menerangkan, secara administratif,
fasilitas di Dermaga Ujung masuk dalam Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut V
(Lantamal V) Surabaya. Dari 11 Lantamal yang ada, Lantamal V adalah yang
terbesar dan terlengkap. Dengan fasilitas dermaga yang cukup besar, Dermaga
Ujung menjadi home base bagi kapal
perang (KRI) yang bertonase besar, selain juga rumah bagi armada KCR (Kapal
Cepat Rudal), LST (Landing Ship Tank), dan LPD (Landing Platform Dock).
Fasilitas bagi kapal selam pun paling memadai di sini, dengan dermaga khusus yang memiliki atap pelindung, sehingga kapal
selam tidak ‘’kepanasan’’ dan sisi kerahasiaan lebih terjamin.
|
Deretan kapal perang di Dermaga Ujung |
Puas berbincang dengan Kadispen,
saya pun berkeliling di sekitar Koarmatim. Sejak pertama
masuk kawasan ini, mata saya langsung tertuju pada sebuah patung raksasa seorang perwira menengah. Saya pun mencoba
mendekatinya. Ternyata patung yang berdiri di sebuah bangunan bundar tersebut merupakan
Monumen Jalesveva Jayamahe (Monjaya) yang terkenal itu. Nama ''Jalesveva Jayamahe'' diambil dari slogan
TNI AL yang berarti ‘’di laut kita tetap jaya’’. Mumpung di sini, saya tak
menyia-nyiakan kesempatan untuk mengeksplorasi Monjaya.
Sebagai informasi, masyarakat umum
bisa masuk ke Monjaya dengan syarat harus mengajukan surat. Idealnya surat permohonan dikirim dua minggu
sebelum kunjungan. Surat ditujukan kepada Pangarmatim dengan tembusan ke
Gubernur AAL, Asintel Pangarmatim, Asops Pangarmatim, Asintel Danlantamal III,
dan Kepala Dinas Penerangan Koarmatim. Pengurusan surat izin ini akan lebih mudah diproses jika
mengontak langsung ke Dispen Koarmatim. Jika perizinan
sudah beres, tinggal memilih jalan masuk ke gerbang Monjaya. Ada dua akses
menuju gerbang tersebut, pertama lewat Jalan Perak Timur menuju Jembatan
Petekan. Akses yang kedua yaitu lewat Jalan Sidotopo.
|
Monjaya dan view kapal |
Saat benar-benar bisa melihat dari
dekat Monjaya, saya melihat bangunan yang cukup tinggi, 60 meter, dengan rincian tinggi
patung perwira 31 meter dan monumen (gedung bundar) setinggi 29 meter. Berdasarkan catatan, Monjaya mulai dibangun pada tahun 1990, dan menghabiskan dana 27 miliar. Monumen ini diresmikan pada 5 Desember 1996 oleh Presiden
Soeharto, bertepatan dengan Hari Armada Ke- 5 RI. Pematung dan arsitek keseluruhan bangunan
ini adalah Drs. Nyoman Nuarta (yang juga membuat patung tembaga Garuda Whisnu
Kencana Bali) yang tergabung dalam Nyoman Nuarta Group. Monumen
Monjaya menjadikan kebanggaan tersendiri bagi TNI AL, karena masuk 12 besar dari 37 tempat wisata yang ada di Kota
Surabaya, untuk meraih penghargaan The Most Favorite Destination Award 2012.
Jumlah pengunjung yang datang, rata-rata setiap tahun tidak kurang dari 40 ribu
orang.
|
Monjaya |
Dari dekat terlihat jelas patung perwira yang menatap jauh ke permukaan Laut Jawa, berdiri tegap dalam balutan seragam PDU 1 sambil
menggenggam pedang kehormatan. Sebagai pijakan patung sang perwira adalah
gedung empat lantai. Patung sang perwira memiliki kulit tembaga berwarna biru
kehijauan. Saat proses pembuatan, Nyoman
Nuarta mencetak tubuh patung ini di bengkel seninya di Bandung dalam bentuk
potongan modul. Setelah selesai, dibawa ke Surabaya dan direkatkan satu sama
lain. Untuk membuat patung ini, Nyoman mendapatkan 3000 ton tembaga dari PLN,
60 ton dari departemen komunikasi dan sejumlah tembaga bekas luruhan peluru. Patung
inipun disebut-sebut tertinggi kedua di dunia setelah Patung Liberty yang
berada di mulut pelabuhan New York, dengan ketinggian 85 meter. Dan, sama halnya dengan Patung Liberty yang
berfungsi memandu kapal-kapal untuk masuk Pelabuhan New York, Monjaya juga
begitu. Monumen ini bisa menyala dan memandu kapal-kapal memasuki Dermaga Ujung
Surabaya.
|
Patung perwira memandu kapal masuk ke Dermaga Ujung |
Sementara pada gedung berlantai
empat, dindingnya penuh dengan diorama perjuangan bahari selama pra revolusi
fisik sampai era tahun 1990-an. Di dalam gedung, wisatawan bisa melihat lebih
dekat replika kapal tempo dulu, foto-foto sejarah revolusi pembebasan Laut Aru,
foto kapal perang modern seperti KRI Kakap 881, KRI Katon 810, KRI Alkara 830,
KRI Warakas 816, dan replika helikopter perang. Sedangkan dari lantai empat,
tempat patung perwira menapakkan kaki, wisatawan bisa memandang lepas ke
kawasan dermaga Tanjung Perak. Selain sebagai
monumen, gedung ini sekaligus juga difungsikan sebagai executive meeting room.
Selain patung dan gedung penuh
diorama, wisatawan juga bisa melihat gong terbesar di dunia tepat di pelataran
Monjaya. Gong berbahan kuningan berlapis antikarat tersebut diberi nama
Kiai Tentrem. Bobotnya lebih dari 2 ton
dan berdiameter 6 meter. Gong ini dibuat oleh para perajin rumahan dari
Desa Pelemlor, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
|
Gong Kyai Tentrem |
Setelah puas melihat-lihat isi
Monjaya, saya pun mampir ke pujasera yang berjarak 300 meter dari Monjaya. Di
tempat ini selain banyak kedai makanan, juga penjual souvenir dan berbagai atribut TNI Angkatan
Laut.
Melihat Isi KRI Makassar
Puas melihat-lihat Monjaya, saya
kembali ke lapangan di depan KRI Makassar ‘’terparkir’’. Saya tak menyia-nyiakan
momentum untuk mengambil gambar kapal ini dari berbagai sudut, sebelum upacara pelepasan
peserta Sail Journalist 2016 dimulai, pada
hari Jumat 5 Februari, pukul 10.30 WIB. Di depan KRI Makassar
berlabuh, terlihat para prajurit TNI AL berbaris rapi di lapangan, menghadap
KRI Makassar. Sesaat kemudian, para peserta Sail Journalist yang berjumlah sekitar 200 orang, diminta naik ke kapal perang yang terlihat begitu gagah.
Saat kaki ini melangkah masuk, menaiki tangga, kemudian berdiri di geladak kapal, perasaan
bangga begitu menyelimuti karena bisa melihat dari dekat alutsista milik TNI AL yang
diperuntukkan menjaga kedaulatan NKRI ini.
|
KRI Makassar siap melakukan pelayaran bersama wartawan |
|
Persiapan pelepasan Sail Journalist 2016 |
Setelah semua peserta Sail
Journalist masuk kapal, termasuk di antaranya Menkominfo Rudiantara, AM Fatwa,
Arswendo Atmowiloto, Whina Armada, sesaat kemudian Ketua Dewan Pers Nasional,
Bagir Manan dan Laksda TNI Al Darwanto resmi melepas pelayaran Surabaya-Lombok
ini. Mars ‘’Jalesveva Jayamahe’’ yang dibawakan grup drumband para prajurit TNI
AL, dan lambaian tangan mereka, membuat dada ini sesak, campur aduk perasaan,
antara bahagia bisa naik kapal perang RI, terharu, bangga dan berbagai perasaan
lain. Rasa haru dan bangga ternyata juga dirasakan peserta lain. Saya merasa seolah
menjadi prajurit yang dilepas untuk melaksanakan tugas negara. Kapal bergerak
menjauh dari Dermaga Ujung untuk
melintas Tanjung Benoa Bali, kemudian menuju Pelabuhan Lembar di Lombok. Oh iya, Komandan KRI
Makassar-590 yang memimpin pelayaran ini adalah Letkol Laut (P) Elmondo Samuel
Sianipar beserta sekitar 100 anak buah kapal menjadi sahabat peserta Sail
Journalist selama pelayaran.
|
Pelepasan Sail Journalist 2016 |
Sebelum
mendapat kesempatan ikut pelayaran bersama KRI Makassar ini, saya pernah
berkeinginan untuk bisa naik dan melihat dari dekat Kapal
Induk Amerika. Meski cita-cita naik Kapal Induk Amerika belum kesampaian,
saya sudah senang bisa melihat dari dekat, ikut berlayar, dan merasakan
kehidupan di atas kapal perang KRI Makassar 590.
Setelah
di atas di kapal, saya kemudian berkenalan dengan peserta lain.
Saya bertanya apakah mereka sudah pernah naik kapal besar sekelas KRI
Makassar, Ternyata banyak
peserta mengaku belum pernah naik kapal perang milik TNI AL. Saya sendiri juga
belum pernah melakukan perjalanan dengan
kapal dalam waktu yang lama. Sebelum naik kapal, sahabat baik saya berpesan untuk membawa obat anti mabuk karena
katanya jika ombak besar maka kapal akan mengalami goyangan yang hebat dan
angin laut akan membuat kepala pusing, perut mual, tubuh masuk angin dan mabuk. Ternyata benar, beberapa jam setelah berlayar, saya mulai
merasakan tanda-tanda kepala pusing, terlebih saat kapal menerjang ombak yang
besar. Saya pun minum obat anti mabuk. Meski terpaksa harus menahan kantuk namun tak
menjadi masalah, asalkan saya tidak mabuk.
|
Menit-menit pertama meninggalkan Dermaga Ujung |
Menikmati dan merasakan perjalanan di atas KRI Makassar,
saya bisa membayangkan kehidupan para
prajurit TNI AL saat bertugas mengamankan wilayah perairan Indonesia atau
menjalankan misi kemanusiaan. Di
sela-sela rangkaian acara HPN 2016 di atas kapal, seperti workshop, seminar dan
diskusi, saya menyelinap untuk melihat-lihat isi kapal.
KRI Makassar buatan Daesun
Shipbuildings & Engineering Co,Ltd Korea Selatan ini ternyata merupakan
kapal perang tipe kapal LPD (Landing Platform Dock) atau kapal yang
mempunyai platform docking dan undocking untuk mengoperasikan
LCU. KRI Makassar dibeli pada tahun 2007.
Tak hanya sekadar membeli, TNI AL pada waktu itu mengirimkan prajuritnya ke
Korsel saat kapal ini tengah dalam proses perakitan. Kapal ini mempunyai
panjang 122 meter, lebar 22 meter tinggi keseluruhan 35 m ini dapat mengangkut
sekitar 618 personel termasuk awak buah kapal, 22 ranpur/rantis, 15 truk dan 3 helikopter. Kapal berdisplacement 7.600 ton itu, juga
dilengkapi dengan landasan pendaratan helikopter (helipad).
KRI Makassar juga dirancang
khusus untuk mampu dipasang meriam 40 mm bofors, mitraliur 12,7 mm dan kanon 20
mm, juga rudal anti udara jarak pendek mistral, juga dilengkapi
ruang CIC untuk sistem kendali senjata (fire control system), serta sebagai alat
komunikasi dengan kapal-kapal jenis kombatan lain untuk melindungi pendaratan
pasukan dan kendaraan tempur serta pengendalian pendaratan helikopter.
|
Menkominfo, ikut serta dalam Sail Journalist 2016 |
Selain sebagai kapal tempur yang
mempunyai fungsi utama dalam operasi amfibi untuk mengangkut pasukan beserta
seluruh perlengkapan dan kendaraannya, kapal yang berteknologi desain
semistealth ini juga dapat difungsikan untuk operasi kemanusiaan serta
penanggulangan bencana alam sebagai kapal rumah sakit, seperti bencana gempa di Padang, bencana di
Sorong, dan bencana badai di Philipina.
KRI Makassar sendiri memiliki 8
lantai. Geladak L (Lombok) paling bawah
isinya mesin. Di atasnya, geladak K
(Kendal). Ada tank deck yang bisa
memuat 25 tank dan ranpur (kendaraan tempur). Di geladak K ini terdapat sebuah dock well sebagai tempat menyimpan kapal
LCU (Landing Craft Utility). LCU ini merupakan kapal pendaratan serbaguna jika
KRI Makassar tidak memungkinkan untuk merapat di sebuah daratan yang sulit
terjangkau. Di atas geladak L ada
geladak J (Jepara) berisi 8 barak pasukan.
Di atasnya lagi ada geladak H (Halong)
yang dapat dibilang sebagai lantai dasar KRI. Jika penumpang naik melalui
tangga dari luar kapal, maka geladak ini yang pertama kali ditemui. Di geladak
ini ada sebuah pos penjagaan prajurit dan car
deck tempat memarkirkan mobil-mobil. Buritan kapal juga berada di geladak
ini. Sebagai informasi, tiap geladak memiliki barak, dan ada kamar mandi khas
prajurit. Kamar mandi di kapal ini
disekat-sekat dengan masing-masing memiliki shower untuk mandi. Di kamar
mandi juga terdapat wastafel, cermin dan satu unit mesin cuci. Oh iya, kamar mandi dan tempat untuk
buang hajat sengaja dipisah di ruangan lain, tidak menjadi satu. Buritan di
geladak H ini untuk menempatkan tambatan-tambatan kapal. Ini adalah geladak
parsial karena di sini tempat haluan yang merupakan tempat tambang tambatan
kapal berada, ada rantai jangkar besar. Dapur juga berada di bagian dek ini,
ranpur dan 14 mobil bisa diparkirkan di sini. Selain itu, di geladak ini juga
terdapat LCVP (landing craft vechicle
person) yaitu kapal khusus untuk kendaraan personel. Ruang senjata juga
berada di geladak H. Sayang saat pelayaran ke Lombok, senjata tidak berada di
ruangan tersebut. Senjata dan amunisi di tempat lain. Tidak boleh semua orang masuk. Di geladak ini juga ada komandemen, semacam
ruang office, dan klinik kesehatan, seperti
rumah sakit kecil.
Naik ke atas geladak H adalah
geladak G (Garut) yang terdapat 15 barak
untuk pasukan, tempat makan dan lounge
room untuk prajurit. Di geladak ini area santai terpusat. Terdapat ruang
semi outdoor yang dijadikan sebagai
ruang olahraga sekaligus tempat untuk berkaraoke bagi pasukan. Helipad juga
berada di dek ini dan merupakan ruang terbuka. Di atas geladak G adalah geladak
Flores (F) yang diperuntukkan bagi para perwira dan pejabat kapal. Ada 20 kamar
yang disediakan untuk perwira. Isi kamar pun bermacam-macam. Ada 1 kamar yang
bisa diisi oleh 6 orang dengan 3 kasur tingkat. Ada yang hanya berisi 1 kasur
tingkat untuk 2 orang yang dilengkapi kamar mandi dalam. Di bagian deck ini
pula terdapat 2 kamar VIP berukuran 5x10 meter.
Kamar ini dipergunakan untuk presiden
atau pejabat jika menginap di KRI Makassar. Presiden SBY dan Ibu Ani pernah tidur
di kamar VIP ini saat Latgab TNI dan Sail Raja Ampat. Di tiap-tiap kamar disediakan kursi santai dan
meja kerja sekaligus lemari yang di dalamnya disediakan jaket pelampung. Di
geladak ini pun terdapat lounge khusus
untuk perwira dan tamu VIP. Lounge di
sini lebih luas dan nyaman dibandingkan lounge
untuk prajurit. Selain berderet beberapa meja bundar yang dikelilingi oleh
kursi-kursi, untuk makan, ada sofa khusus bagi tamu VIP, televisi besar layar
datar dengan sound system canggih.
Di atas Deck Flores ada Deck E
(Ende) yang merupakan tempat pengawas kapal. Selain terdapat anjungan tempat operasional
kapal, di geladak inilah life craft
ditempatkan. Life craft merupakan
tempat penyimpanan 20 sekoci penolong yang berada di bagian sayap kanan dan
kiri kapal. Selain itu ruang amunisi dan pusat informasi tempur juga berada di
geladak ini. Selain sekoci, terdapat suplai makanan bagi prajurit di dalam life craft jika sesuatu hal buruk
terjadi.
Geladak paling atas adalah Deck D
(Demak) yang merupakan geladak isyarat, di mana merupakan tempat orang-orang berkomunikasi
dengan isyarat di lautan. Selain ada lampu-lampu, tanda isyarat, dan
bendera-bendera, persenjataan pun berada di geladak ini. Para prajurit jaga sendiri
selalu bertugas untuk mengecek kapal. Ronda malam dilakukan setiap hari tepat
pukul 21.00 WIB. Semua dicek, mulai dari tali-talinya, tambatannya, dapur,
ruangan senjata, amunisi dan seluruh ruangan kapal.
Berlayar Sambil Belajar
Selama perjalanan menuju Lombok,
peserta Sail Journalist 2016 juga mengikuti serangkaian acara yang
berlangsung di ruangan perwira Deck F. Diskusi
pertama bertema ‘’Membedah Posisi Indonesia dalam Persaingan Maritim Dunia’’
dengan pembicara Ketua DPD RI, Irman Gusman dan Menkominfo Rudiantara.
Sementara jurnalis senior Arswendo Atmowiloto menjadi moderator. Sedangkan
diskusi kedua bertema ‘’Perkembangan Pelaksanaan Standar Kompetensi Wartawan’’
dengan pembicara Anggota Dewan Pers, ketua PWI Margiono dan Usman Yatim dari
Sekolah Jurnalis Indonesia. Diskusi dimoderatori Wakil Ketua Dewan Kehormatan
PWI, Wina Armada Sukardi. Selain itu juga ada workshop penulisan bertema wisata
bahari dengan narasumber Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu M Faozan dan Staf
Khusus Menpar Laksamana (Purn) TNI Marsetio serta praktisi media Iman
Brotoseno. Moderator untuk workshop ini adalah Rita Sri Hastuti. Panglima TNI
Gatot Nurmantyo bahkan menyempatkan diri menyambangi KRI Makassar menggunakan
helikopter Puspenerbal sebagai bentuk dukungan dan apresiasinya terhadap
kegiatan Sail of Journalist HPN 2016.
|
Panglima TNI, Gatot Nurmantyo memberikan dukungan |
|
Acara diskusi bersama Menkominfo |
Di sela acara diskusi dan workshop,
para peserta bebas beraktivitas. Namun dengan catatan, peserta diwajibkan
menaati peraturan. Salah satunya dengan membuang sampah pada tempatnya dan
tidak boleh menekan tombol sembarangan. Selesai makan, peserta harus menaruh
piring kotor ditempatnya. Jika nekat, siap-siap ditegur prajurit yang bertugas.
Untuk makanan, para personel TNI AL sigap membuat dan mengolah aneka bahan menjadi menu yang lezat seperti goreng ikan asin, opor
ayam, sambal goreng, dan sayur bening. Masakan para personel ini cukup enak, tak kalah dari chef hotel atau
chef di wisata kapal pesiar.
Sementara itu, helipad menjadi
tempat favorit para peserta Sail Journalist. Di area ini, peserta bisa melihat
pemandangan laut yang biru, terutama pada sore dan pagi hari. Kopi dan teh
hangat menjadi teman baik ketika melihat pemandangan laut sambil berbincang
akrab dengan peserta lainnya.Malam hari selepas diskusi, para peserta beristirahat
di tempat tidur yang selama ini dipakai prajurit TNI AL. Kamar-kamar
prajurit perempuan dan laki-laki, dipisah tentu saja. Tempat tidur bersusun dua
dan dalam satu kamar bisa diisi 10-20 orang ini cukup bagus dan ada pendingin
ruangan yang menyemburkan udara dingin. Namun, pada dini hari pendingin ruangan
ini terasa lebih dingin sehingga sejumlah peserta menggigil kedinginan.
|
Debarkasi di Pelabuhan Lembar Lombok |
|
Naik LCU menuju Pelabuhan Lembar Lombok |
|
Di atas LCU |
Perjalanan dari Surabaya menuju
Pelabuhan Lembar sendiri ditempuh lebih kurang 20 jam. KRI Makassar tiba di
Lombok pada Sabtu 6 Februari dan melakukan debarkasi atau penurunan penumpang. Dengan
menggunakan 2 LCU dan 2 LCVP, para peserta HPN 2016 menuju ke Dermaga Lembar.
Selanjutnya KRI Makassar menuju Benoa dalam rangka melaksanakan bekal ulang
untuk mempersiapkan kegiatan Pam RI 1 di Mandalika pada puncak acara HPN Selasa
(9/2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar