MENELUSURI REKAM JEJAK MARITIM
DI MONJAYA DAN FLEET HOUSE
BAGI Anda yang tertarik dengan dunia
bahari Indonesia beserta sejarahnya, ada satu tempat menarik yang wajib
dikunjungi, yaitu Dermaga Ujung di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Di tempat
ini, Anda bisa menelusuri rekam jejak dunia maritim Indonesia sekaligus melihat
dari dekat salah satu pangkalan utama angkatan laut Indonesia. Ya, di Dermaga Ujung ini terdapat markas Komando
Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) TNI AL yang di dalamnya berdiri Monumen-Museum
Jalesveva Jayamahe (Monjaya), dan Museum Armada (Fleet House).
Koarmatim sendiri merupakan kawasan
terbatas yang tak boleh sembarang orang masuk, karena merupakan wilayah penjaga
maritim untuk wilayah timur NKRI. Namun, bukan berarti tempat ini tak boleh dikunjungi
masyarakat umum. Pada hari-hari tertentu, seperti Hari Armada RI, Koarmatim mengadakan open house. Seperti pada tanggal 20 Desember 2015, diadakan Naval Base
Open Day (NBOD) di mana masyarakat bisa melihat dari dekat kawasan ini,
mengunjungi Monjaya, melihat dan naik kapal perang, serta melihat pameran alutsista. Begitu juga saat acara pelepasan Sail
Journalist Hari Pers Nasional 2016 tanggal 5 Februari 2016 lalu, sekitar 200 wartawan dari berbagai daerah di
Indonesia bisa mengunjungi tempat ini karena pelayaran dengan menaiki kapal
perang KRI Makassar 590 diberangkatkan dari Dermaga Ujung.
Salah satu sudut Koarmatim |
Pada hari biasa, masyarakat umum
bisa masuk ke Koarmatim dan mengunjungi Monjaya serta Fleet House. Syaratnya
harus mengajukan surat permohonan yang dikirim dua minggu sebelum kunjungan.
Surat ditujukan kepada Pangarmatim dengan tembusan ke Gubernur AAL, Asintel
Pangarmatim, Asops Pangarmatim, Asintel Danlantamal III, dan Kepala Dinas
Penerangan Koarmatim. Pengurusan surat
izin ini akan lebih mudah diproses jika mengontak langsung ke Dispen Koarmatim.
Jika perizinan sudah beres, tinggal memilih jalan masuk markas Koarmatim. Ada dua akses menuju ke
sana, pertama lewat Jalan Perak Timur menuju Jembatan Petekan. Akses yang
kedua lewat Jalan Sidotopo.
Mengunjungi Koarmatim, Anda akan
dibuat kagum dengan tempat yang diresmikan pada tanggal 30 Maret 1985
ini. Di sini, Anda akan mendapati pemandangan laut utara Surabaya, jembatan
Suramadu yang membentang menyeberangi selat Madura, serta puluhan kapal perang
Indonesia. Fasilitas yang dimiliki
Dermaga Ujung Koarmatim ini ternyata yang terbesar dan terlengkap di Indonesia.
Sehingga saat melihat sekeliling Dermaga, Anda akan melihat KCR (Kapal Cepat
Rudal), LST (Landing Ship Tank), dan LPD (Landing Platform Dock) terparkir di
sana. Anda juga bisa melihat dermaga khusus yang memiliki atap pelindung yang merupakan rumah bagi kapal selam.
Sudut Koarmatim dilihat dari atas KRI Makassar |
Selain view laut, kapal dan gedung, ada satu pemandangan menarik, dan biasanya menjadi
fokus perhatian pengunjung saat pertama memasuki kompleks Koarmatim, yaitu sebuah
patung besar seorang perwira yang berdiri di atas sebuah bangunan bundar.
Patung dan bangunan tersebut ternyata merupakan Monumen-Museum Jalesveva
Jayamahe (Monjaya) yang menjadi kebanggaan TNI AL. Monjaya
memiliki ketinggian 60 meter dengan rincian, tinggi patung perwira 31 meter dan
monumen (gedung bundar) setinggi 29
meter.
Berdasarkan catatan, Monjaya mulai dibangun pada tahun 1990, menghabiskan dana 27 miliar. Monumen ini
diresmikan pada 5 Desember 1996 oleh Presiden Soeharto, bertepatan dengan Hari
Armada Ke-5 RI. Dipilihnya areal Dermaga
Ujung Surabaya sebagai tempat pendirian monumen ini tidak dapat dilepaskan
dari keberadaan tempat ini yang menjadi saksi sejarah atas peristiwa perebutan
Kaigun SE 21/24 Butai pada tanggal 3 Oktober 1945 yang ditandai dengan sumpah
para Bahariwan Penataran Angkatan Laut (PAL) yaitu ‘’Saya rela dan ikhlas mengorbankan harta,
benda maupun jiwa raga untuk Nusa dan Bangsa’’.
Sementara itu, nama ‘’Jalesveva
Jayamahe’’ sendiri diambil dari slogan TNI AL yang berarti ‘’di laut kita tetap
jaya’’. Pematung dan arsitek keseluruhan bangunan ini adalah Drs. Nyoman Nuarta
(yang juga membuat patung tembaga Garuda Whisnu Kencana Bali) yang tergabung
dalam Nyoman Nuarta Group. Monjaya
tercatat masuk 12 besar dari 37 tempat wisata yang ada di Kota Surabaya, untuk
meraih penghargaan The Most Favorite Destination Award 2012. Jumlah pengunjung
yang datang ke sini, rata-rata setiap tahun tidak kurang dari 40 ribu orang.
Monumen Jalesveva Jayamahe |
Mendekat ke Monjaya, Anda akan melihat dengan jelas patung perwira yang menatap jauh ke
permukaan Laut Jawa (yang kini juga menatap jembatan Suramadu), berdiri tegap
dalam balutan seragam PDU 1, tangan kiri memegang pedang kehormatan yang
ditumpukan ke lantai. Sebagai pijakan patung sang perwira adalah gedung bundar
empat lantai. Kulit tubuh ’’ perwira’’ terbuat dari tembaga berwarna biru
kehijauan. Saat proses pembuatan, Nyoman
Nuarta mencetak tubuh patung ini di bengkel seninya di Bandung dalam bentuk
potongan modul. Setelah selesai, dibawa ke Surabaya dan direkatkan satu sama
lain. Untuk membuat patung ini, Nyoman mendapatkan 3000 ton tembaga dari PLN,
60 ton dari departemen komunikasi dan sejumlah tembaga bekas luruhan peluru.
Patung dan bangunan di Monjaya ini
disebut-sebut tertinggi kedua di dunia setelah Patung Liberty yang berada di
mulut pelabuhan New York yang memiliki ketinggian 85 meter. Dan, sama halnya dengan Patung Liberty yang
berfungsi memandu kapal-kapal untuk masuk Pelabuhan New York, Patung Monjaya
juga demikian. Monumen ini bisa menyala dan memandu kapal-kapal memasuki
Dermaga Ujung Surabaya.
Monjaya memandu kapal-kapal masuk ke Dermaga Ujung |
Penjagaan ketat |
Selain patung dan gedung penuh
diorama, wisatawan juga bisa melihat gong terbesar di dunia tepat di pelataran
Monjaya. Gong berbahan kuningan berlapis antikarat tersebut diberi nama
Kiai Tentrem. Bobotnya lebih dari 2 ton
dan berdiameter 6 meter. Gong ini dibuat oleh para perajin rumahan dari
Desa Pelemlor, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Gong Kyai Tentrem |
Monjaya dibuka setiap hari Senin-
Jum’at mulai dari pukul 07.00-15.00 WIB. Untuk berkunjung ke Monjaya pengunjung
juga diminta untuk berpakaian rapi dan bersepatu. Di area museum juga terdapat pusat
souvenir yang menjual berbagai oleh-oleh mulai dari pakaian, topi, tas, dan
sejumlah atribut TNI AL. Jika lapar, pengunjung bisa menuju pujasera yang
berlokasi tak jauh dari monumen, hanya sekitar 300 meter saja.
Museum Armada
Masih di lingkungan Koarmatim, tak jauh dari Monjaya terdapat Museum Armada
atau Fleet House yang juga bisa Anda kunjungi. Menilik bentuknya, museum ini
tak ubahnya kapal besar. Jendela berbentuk bulat dengan kaca, dan jeruji besi
menguatkan kesan kapal.
Museum yang memiliki slogan
“Historia Magistra Vitae” yang bermakna sejarah adalah guru kehidupan ini,
berisi berbagai macam koleksi baik benda-benda bersejarah atau foto yang
bercerita tentang keberadaan Armada RI, serta perjuangannya, yang dimulai sejak
zaman pra kemerdekaan sampai saat ini. Selain itu museum ini juga memiliki
teater yang digunakan untuk menyaksikan film dokumenter sejarah armada dan TNI
Angkatan Laut.
Fleet House |
Salah satu penghuni Fleet House adalah replika patung kayu Dewarucci, patung telanjang dada bercat warna
emas yang biasa diletakkan di bawah bowsprit tiang cocor bagian haluan atau
depan kapal. Patung Dewaruci itu hanya
sebagian kecil objek ”misterius” yang dipamerkan.
Replika patung Dewarucci |
Berbagai koleksi lain berupa
peralatan utama sistem persenjataan beberapa dekade maupun catatan sejarah
armada angkatan laut tersaji ringkas di sini. Ruang pamer didesain modern dan dilengkapi
benda bersejarah serta keterangan foto. Puluhan alutsista zaman dulu sampai mutakhir
ditempatkan di titik-titik strategis. Di antaranya, meriam kuna dari bahan
tembaga dan besi produksi abad ke-16 hingga abad ke-18. Koleksi lain adalah
beberapa peluru kendali era modern seperti senjata
rudal, meriam dan torpedo.
Untuk diketahui, Fleet House ini
dibangun sebagai hasil swadaya pemugaran bekas gedung bulu tangkis yang biasa
digunakan prajurit Koarmatim. Proses pembangunan museum mulai dari perencanaan
hingga selesai hanya memakan waktu kurang dari empat bulan dan dilakukan secara
swadaya. Latar belakang pembangunan museum ini didasari kebutuhan akan sarana
sejarah TNI AL yang bisa divisualisasikan dan mudah dipahami keluarga prajurit
dan masyarakat umum. Keberadaan Museum Armada ini menjadi bagian integral TNI
AL dalam mewujudkan visi 'World Class Navy'.
Kak permisi mau Tanya...Tampa mengurus Surat ijin bisakah ttp brkunjung ke museum jaleveva jayamahe...utk sedekar brfoto dgn patung monjaya
BalasHapusLuar biasa dan sangat berkesan serta bangga kami pada TNI AL yg NKRI
BalasHapus