Dapur Besar di Museum Goedang Ransoem
Dari
Gedung Info Box dan Lobang Mbah Soero, Anda bisa melanjutkan perjalanan sejarah
ke Museum Goedang Ransoem yang hanya berjarak sekitar 200 meter. Museum Goedang
Ransoem sendiri menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses pertambangan di
Sawahlunto. Koleksi museumnya berjumlah 150 buah, belum termasuk koleksi foto lama yang
berjumlah lebih dari 250 buah. Harga tiket masuk museum ini adalah Rp 4.000
untuk dewasa, dan Rp 2.000 untuk anak-anak. Jam aktif kunjungan museum ini
adalah pada Selasa hingga Jumat 07.30-16.30, Sabtu dan Minggu 09.00-16.00.
Awalnya gedung Museum Goedang
Ransoem adalah kawasan dapur umum bagi pekerja tambang yang dibangun tahun
1881. Gedung Museum Goedang Ransoem sempat menjadi tempat aktivitas memasak
untuk tentara dalam skala besar pada masa Pendudukan Jepang hingga Agresi
Belanda II. Di masa revolusi kemerdekaan, kawasan ini digunakan sebagai tempat
memasak makanan tentara. Setelah kemerdekaan sempat digunakan sebagai kantor
Perusahaan Tambang Batu Bara Ombilin, gedung SMP Ombilin (1960-1970), hunian
karyawan Tambang Batu Bara Ombilin (sampai 1980), dan juga hunian masyarakat
setempat hingga 2004. Berikutnya pada 2005 kawasan ini dikonservasi dan ditata
pemerintah Kota Sawahlunto untuk acara permuseuman hingga 17 Desember 2005
dibuka resmi oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.
Tempat ini memiliki dua buah gudang
besar dan tungku pembakaran (steam generator). Tempat ini
mempekerjakan sekitar 100 orang karyawan dan setiap harinya memasak lebih dari
65 pikul nasi atau setara 3.900 kilogram nasi untuk pekerja tambang batubara
(orang rantai), keluarga pekerja tambang (orang kawalan), dan pasien rumah
sakit. Menu makanannya saat itu adalah nasi, daging, ikan asin, telur asin, sawi
putih dan hijau, serta kol. Makanan tersebut diberikan pada siang dan malam
hari. Untuk sarapannya pukul 10 pagi berupa lapek-lapek, dibuat dari beras
ketan merah dibubuhi kelapa serta gula merah dan dibungkus daun pisang. Untuk
minumannya adalah teh. Pada masa itu,
menu makanan tersebut terbilang cukup baik mengingat Pemerintah Hindia Belanda
berkepentingan agar pekerja tambang (pekerja kontrak dan pekerja paksa orang
rantai) dapat produktif sehingga menghasilkan keuntungan besar untuk
pemerintah. Saat ini Anda dapat melihat replika bentuk makanan tersebut di
museum ini.
Bahan bakar memasaknya saat itu
menggunakan sistem uap di mana tepat di bawah ruang masak terdapat ruang bawah
tanah dengan pipa cerobong yang mengalirkan uap panas untuk 20 tungku. Uap
panas ini berasal dari air panas yang direbus dengan menggunakan boiler di atas perbukitan yang dialirkan
uapnya ke dapur.
Di museum ini tidak hanya terdapat
dapur tempat memasak. Terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi yang
berbeda, namun merupakan satu kesatuan utuh yang saling mendukung satu sama
lain. Di antara bangunan-bangunan tersebut adalah: bangunan utama (dapur umum),
gudang besar (warehouse) persediaan bahan mentah dan padi, dua steam
generator (tungku pembakaran) buatan Jerman tahun 1894, menara cerobong
asap, pabrik es batangan, rumah sakit, kantor koperasi tambang batubara
Ombilin, heuler (penggilingan padi), rumah kepala ransum, rumah
karyawan, pos penjaga, rumah jagal hewan, dan hunian kepala rumah potong hewan.
Koleksi yang paling menarik adalah periuk
raksasa yang terbuat dari besi dan nikel, di antaranya ada yang memiliki
diameter 132 cm dan tinggi 62 cm. Dipajang juga koleksi kuali,
rangsang, dan beragam peralatan dapur umum berukuran besar. Selain itu, ada
foto-foto pekerja paksa yang kakinya dirantai, yang disebut orang rantai,
pakaian mandor, pakaian pekerja dan koki, perlengkapan tambang batubara, baik
yang modern ketika itu dan yang tradisional, serta contoh batu bara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar