Rabu, 18 April 2018

Jam Gadang Bukittinggi


Jam Gadang, Kembaran Jam Big Ben?




            Dari rumah masa kecil Bung Hatta, Anda bisa melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi ikonik Kota Bukittinggi, yaitu Taman Jam Gadang di pusat Kota Bukittinggi.  Taman tempat berdirinya  Jam Gadang ini sebenarnya bernama Taman Sabai Nan Aluih yang berada di antara Pasa Ateh dan Istana Bung Hatta yang terletak di atas Bukit Kandang Kabau.
            Berada persis di tengah kota, Jam Gadang merupakan bangunan semacam tugu dengan tinggi 26 meter yang denah bangunan dasar berukuran 13x4 meter berdesain khas Eropa, zaman kolonial.  Tugu yang berpucuk bulatan jam berdiameter 80 sentimeter dengan dasar putih dan jarum jam klasik warna hitam ini, unik, karena angka jamnya berhuruf Romawi, tetapi penunjuk angka empatnya tertulis “IIII”, bukan “IV”. Masih misteri kenapa angka itu ditulis demikian, dan tak ada pula yang ingin mengubahnya. Sepertinya, biarlah itu jadi ciri khasnya.
Beberapa tulisan sejarah mencatat tugu Jam Gadang dibangun tahun 1926 setelah Ratu Belanda menghadiahi mesin jam ini kepada Controleur  atau Sekretaris Kota Bukittinggi waktu itu, Rook Maker. Dua orang arsitek setempat, Yazin dan Sutan Gigi Ameh menyelesaikan tugu yang pembangunannya menghabiskan dana 3.000 Gulden itu. Pembuat mesin jam ini justru bukan orang Belanda, tetapi orang Amerika.


            Bentuk atap tugu Jam Gadang telah mengalami tiga perubahan. Pada zaman Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan di atasnya. Pada waktu Jepang berkuasa, atapnya diganti berbentuk seperti rumah-rumah Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, bentuk atapnya diubah menjadi bergonjong empat seperti atap rumah adat Minangkabau dan bermotif pucuk rebung. Bentuk yang dipertahankan sampai saat ini.
            Satu lagi cerita yang hanya dibicarakan dari mulut ke mulut, bahwa mesin jam yang dibuat  Vortmann Relinghausen hanya 2 di dunia. Yaitu Jam Gadang, dan  kembarannya adalah menara jam Big Ben, ikon ibukota Inggris, London. Dulu, wisatawan seringkali naik ke menaranya, namun kini hanya mereka yang telah minta izin tertulis, bisa naik dan memandang keindahan kota Bukittinggi dari atasnya. Mungkin mempertimbangkan bangunan ini sudah berumur tua.  Dari puncak menara Anda dapat menikmati dan menyaksikan betapa indahnya alam di sekitar kota Bukittinggi yang dihiasi Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Sago dan Ngarai Sianok. Waktu kebakaran besar di Pasar Ateh beberapa puluh tahun lalu, polisi Bukittinggi naik ke atas menara Jam Gadang untuk memantau keadaan dan mencari asal api.
            Setiap bulan Ramadan, dari Jam Gadang  terdengar suara sirine penanda waktu berbuka puasa. Sekarang, di pelataran Jam Gadang ada pertunjukan berbagai tari dan kesenian khas Minang setiap malam Minggu. Lengkaplah sudah keramaian seputar Jam Gadang.Satu lagi sasaran kegemaran wisatawan di sini adalah naik Bendi, kereta berkuda yang dikemudikan sais. Sangat menyenangkan naik Bendi melihat atau menuju tempat wisata lain di sekitarnya seperti Lobang Jepang, Benteng Fort de Kock, Panorama Ngarai Sianok atau Rumah Kelahiran Proklamator Hatta. Berapa tarifnya? Kalau Anda bisa berbahasa Minang, Anda akan segera diberi tarif  lokal Rp.20.000. Tetapi kalau di musim liburan ditambah kita berbahasa Indonesia, maka tarifnya bisa sampai Rp.50.000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar