Saksi Bisu
Perjuangan Orang Rantai
Sawahlunto,
kota di Sumatera Barat ini sejak zaman Belanda terkenal dengan tambang batu
baranya. Ir. De Greve yang menemukan cadangan
batu bara di sekitar Batang Ombilin pada pertengahan abad ke-19. Sejak 1
Desember 1888 pemerintah kolonial Belanda menanam uang untuk membangun berbagai
fasilitas guna mengeruk batu bara di wilayah ini. Karena orang-orang
Belanda pernah tinggal di sini, maka ketika berkunjung ke kota yang diapit Bukit
Barisan ini, kita seperti dibawa kembali ke zaman kolonial. Gedung-gedung di
kota ini masih banyak yang bergaya
Belanda.
Kota yang diapit oleh tiga kabupaten
yaitu Solok, Tanah Datar dan Sijunjung ini juga memiliki objek wisata, di
antaranya wisata sejarah. Salah satunya Lobang Mbah Soero yang merupakan lubang
bekas tambang pertama di Sawahlunto. Lokasinya berada di jalan M Yazid,
Tangsi Baru, Kelurahan Tanah Lapang, Lembah Soegar. Sejak tahun 2007, lubang
ini dibuka untuk dijadikan wisata menelusur terowongan tambang. Nama Mbah Soero
sendiri diambil dari nama mandor yang
berasal dari Jawa yang dipekerjakan di lubang tambang ini. Ia dikenal sebagai
pekerja keras, tegas, taat beragama, dan memiliki ilmu kebatinan tinggi,
sehingga sangat disegani oleh para buruh tambang.
Untuk bisa menelusuri Lobang Mbah
Soero, pengunjung harus masuk ke Gedung
Info Box yang merupakan galeri tambang batubara Sawahlunto. Tempat ini
sebelumnya merupakan gedung pertemuan buruh yang dibangun pada tahun 1947,
tempat dilangsungkannya pertemuan dan berbagai acara hiburan. Dari tempat
inilah pengunjung masuk ke lubang tambang yang berada di sebelah kanan gedung
dan wajib ditemani oleh pemandu wisata. Di tempat ini pengunjung akan dipinjami
topi dan sepatu tambang sebelum melakukan penelusuran. Harga tiket masuk Rp 8
ribu/orang dan sebagai kenang-kenangan Anda akan diberi sertifikat.
Pengelola tempat wisata ini
mengeluarkan peraturan larangan masuk bagi wanita yang sedang datang bulan.
Tidak diketahui apa penyebab adanya larangan ini, mungkin karena banyak ditemukan
kerangka manusia saat objek wisata ini dibuka kembali, sehingga masyarakat
harus menghormati tempat ini. Untuk menyusuri lubang ini, Anda membutuhkan waktu 25 menit dan ujung
lubang ini berada di seberang jalan dari pintu masuk. Wisatawan yang bisa masuk ke sini maksimum 20 orang untuk
menjaga kecukupan pasokan udara di dasar lubang.
Sebelum menelusuri lubang tambang,
Anda bisa melihat patung ‘orang rantai’ yang tengah mendorong lori berisi
batubara, diawasi oleh seorang mandor yang berada di halaman, di antara Gedung
Info Box dan Lobang Mbah Soero. Pintu masuk ke lubang tambang sendiri masih
tertutup dan dikunci, dan baru dibuka ketika ada wisatawan yang hendak menyusuri
tempat ini.
Lubang tambang ini ditutup tahun
1930 karena tingginya rembesan air, dan baru dibuka kembali pada 2007 untuk
dijadikan tempat wisata. Bekas tambang
batubara ini dipugar sejak 26 Juni 2007 dengan mengerahkan 15 pekerja untuk
memompa air yang menggenangi lubang. Dibutuhkan waktu sekitar 20 hari untuk
mengeringkan air di Lubang Tambang Mbah Soero ini. Renovasi terowongan ini
selesai dilakukan sekitar akhir Desember 2007.
Lubang Tambang Mbah Soero dengan
lebar dan tingginya sekitar 2 m ini memiliki kedalaman 15 m dari permukaan
tanah, dan baru bisa dimasuki sejauh 186 meter, dari bekas lubang galian
tambang yang diperkirakan memiliki panjang keseluruhan sekitar 1 km. Ujung Lobang Mbah Soero konon mengandung energi
mistik yang sangat besar.
Dasar lubang tambang ini terlihat
rapi dengan penerangan yang cukup baik. Udara segar dipompa ke dalam lubang
dari permukaan tanah dan dialirkan melalui pipa-pipa, yang membuat udara di
dasar lubang tambang tetap terasa segar. Pengeras suara pun telah dipasang jika
sewaktu-waktu diperlukan. Salah satu lubang di dasar lubang tambang masih
ditutup dengan pagar besi. Di beberapa tempat, atap lorong dilapis pelindung
untuk melindungi pengunjung dari tetesan air yang masih merembes turun dari
langit-langit.
Bekas tambang batubara ini menjadi saksi bisu penderitaan orang-orang
rantai, yaitu para tawanan yang dipaksa bekerja menambang batubara sambil
dirantai agar tidak melarikan diri. Banyak di antara mereka yang kemudian tewas
karena sakit, kelaparan, atau ditembak karena membangkang. Mbah Soero sendiri adalah seorang pesakitan
yang kabarnya didatangkan dari Jawa dan
menjadi pemimpin orang-orang rantai ini. Beliau sangat dihormati dan dipercaya
memiliki kesaktian yang digunakan untuk membela rakyat termasuk orang-orang
rantai. Sementara itu istri Mbah Soero adalah dukun beranak yang yang juga
disegani masyarakat. Tidak diketahui dari mana asal-usul Mbah Soero sebenarnya,
setelah wafatnya, tokoh masyarakat ini kemudian dimakamkan di pemakaman orang
rantai di Tanjung Sari Sawahlunto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar