Mengungkap
Kebenaran Munculnya Masjid Tiban Turen
Bangunan
megah yang disebut sebagai ‘’Masjid Tiban’’ ini berdiri di tengah perkampungan.
Kisah berdirinya bangunan ini sempat membuat heboh masyarakat karena proses pembangunan yang terkesan
misterius.
BANGUNAN berornamen perpaduan
gaya Timur Tengah, Arab, Eropa dan Asia Timur
dengan warna dominan biru dan putih ini berada
di tengah-tengah pemukiman padat penduduk.
Persisnya berada di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06,
Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten
Malang, Jawa Timur, atau
sekitar 40 kilometer ke arah selatan dari Kota Malang. Jarak dari jalan raya
menuju lokasi bangunan, hanya sekitar satu kilometer.
Warga
lokal menyebut bangunan megah ini dengan nama ‘’Masjid Jin’’ atau ‘’Masjid
Tiban’’. Disebut demikian karena konon bangunan
ini
ada secara tiba-tiba tanpa diketahui bagaimana kisah pembuatannya. Tidak seperti lazimnya sebuah bangunan yang
didirikan di kampung yang pada proses pembangunannya akan melibatkan masyarakat
sekitar.
Warga memang melihat mobil pembawa bahan bangunan keluar masuk perkampungan, tetapi tidak dijumpai alat berat, seperti umumnya saat mendirikan bangunan bertingkat tinggi. Ya, pembangunan ‘’Masjid Tiban’’ ini memang tertutup. Pada saat dibuka, kondisi bangunan sudah setengah jadi sehingga membuat warga sekitar heran dan menyebut bangunan itu sebagai ‘’masjid tiban’’ atau ‘’masjid yang dibangun oleh jin’’
Warga memang melihat mobil pembawa bahan bangunan keluar masuk perkampungan, tetapi tidak dijumpai alat berat, seperti umumnya saat mendirikan bangunan bertingkat tinggi. Ya, pembangunan ‘’Masjid Tiban’’ ini memang tertutup. Pada saat dibuka, kondisi bangunan sudah setengah jadi sehingga membuat warga sekitar heran dan menyebut bangunan itu sebagai ‘’masjid tiban’’ atau ‘’masjid yang dibangun oleh jin’’
Untuk
meluruskan desas-desus yang berkembang, pengelola membuat pengumuman yang ditulis
dengan huruf besar, ditempatkan di depan meja tamu : “Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok
muncul dengan sendirinya), dibangun oleh Jin dsb., itu tidak benar. Karena
bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir
Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.” Salafiah
Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah sendiri bermakna
‘’laut madu’’ atau ‘’fadilah rohmat’’.
Meski kini
menjadi kunjungan wisatawan, bahkan menjadi salah satu tujuan untuk berwisata
religi, pihak pengelola menolak ‘’Masjid Tiban’’ disebut sebagai lokasi wisata.
Mereka lebih senang dikenal sebagai pondok pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri 'Asali Fadlaailir
Rahmah. Karena itu di beberapa sudut tertulis permintaan kesadaran dari para pengunjung agar bersikap selayaknya di pesantren, bukan
di tempat wisata. Pengunjung diminta mengenakan pakaian sopan, berjilbab bagi muslimah dan menjaga kebersihan.
Akuarium, Gua
Memasuki
pondok pesantren ini, Anda akan dibuat kagum. Di pintu masuk, Anda diminta untuk
melepas alas kaki. Sebelum
berkunjung ke sini, Anda sebaiknya bersiap membawa kantung plastik sebagai
tempat alas kaki. Dari pintu masuk, Anda akan menelusuri sebuah lorong dengan
pembatas dinding berornamen indah. Teruslah menyusuri lorong, hingga Anda menemukan pintu di sisi kiri, dan masuklah dari
pintu ini. Anda akan menemui halaman
lapang dan melihat taman bernuansa alami sebagai area penghubung menuju bangunan
lainnya. Di sini, Anda bisa memotret suasana sekeliling karena sebagian dindingnya dihiasi ornamen batu-batuan warna cokelat alami.
Setelah puas berfoto, kembalilah ke pintu keluar. Tak jauh dari situ, Anda akan mendapati pintu lain, mirip mulut gua. Tak usah ragu untuk memasukinya. Karena ini adalah ruangan akuarium yang sengaja dibuat dengan pencahayaan yang redup. Di ruangan akuarium ini terdapat toilet dan juga tempat berwudlu. Pada beberapa dindingnya terdapat akuarium berisi ikan hias. Dan uniknya pada atap dan dinding ruangan akuarium ini berhiaskan stalaktit dan stalakmit yang menonjol di mana-mana, layaknya sebuah gua.
Di ruang akuarium, Anda juga akan menemukan tangga yang menghubungkan dengan ruangan lainnya. Anda akan menemukan lokasi yang terdapat berbagai
hiasan yang tergantung di langit-langit maupun yang ditempelkan pada dinding. Ada juga meja dan kursi yang terbuat dari bahan kayu yang
bentuknya sangat artistik. Di bagian lain, Anda juga akan menemukan kursi singgasana dan hiasan dinding bergaya India dan perpaduan
rangkaian kaligrafi, yang didominasi
warna kuning keemasan. Di tempat ini, para pengunjung memanfaatkannya untuk
berfoto bersama atau melakukan selfie. Sementara
ruangan yang lain memiliki sentuhan interior bernuansa alam. Misalnya
penempatan beduk yang di sekelilingnya terdapat penyangga batang pohon buatan
berukuran raksasa. Ornamen di sini mengingatkan pada interior dan hiasan yang ada di tempat wisata di Kota Batu.
Jangan berhenti sampai di sini, Anda harus melanjutkan berkeliling pondok, karena di bagian lain, Anda akan menemukan kubah dengan berbagai hiasan, di mana di depannya diletakkan sejenis pohon kurma buatan yang dilengkapi lampu kerlap-kerlip. Yang lebih mengagumkan, di lantai atasnya lagi terdapat kebun jagung yang tumbuh subur. Juga terdapat semacam pekarangan yang disulap mirip kandang sebagai tempat pemeliharaan beberapa ekor monyet.
Ya, ruangan
yang ada di pondok pesantren ini memang saling terhubung satu dengan yang
lainnya. Setiap ruang mempunyai desain dan ornamen yang berbeda-beda. Jadi, Anda tidak akan bosan memasuki ruang demi ruang. Dominasi desain
ruangannya tidak jauh dari gaya kaligrafi dengan dibuat dengan berbagai
model, jenis, warna, bentuk, dan corak. Sebenarnya
bangunan pondok pesantren ini memiliki lift, namun,
masih belum bisa difungsikan. Meskipun belum sepenuhnya selesai dibangun, ada
anak tangga yang landai ataupun jalan yang menghubungkan antar ruang, sehingga Anda tidak merasa jika sudah naik ke lantai berikutnya. Jika
Ada merasa capai ketika berjalan, ada banyak tempat untuk beristirahat. Tersedia banyak kursi berdesain unik.
Secara keseluruhan, bangunan utama pondok dan
masjid ini memiliki 10 lantai. Tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para santri
pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat
toko-toko kecil yang dikelola oleh para santriwati, berbagai macam makanan
ringan dijual dengan harga murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual
berupa pakaian sarung, sajadah, jilbab, tasbih dan sebagainya.
Tak hanya unik, di dalam pondok
pesesantren tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya boleh dinaiki anak-anak. Di
dalam komplek pondok pesantren juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.
Ramah Lingkungan
Menelusuri sejarahnya, pondok pesantren ini memiliki perjalanan yang panjang. Ponpes ini didirikan oleh pemilik
sekaligus pengasuh pondok pesantren yaitu KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al
Mahbub Rahmat Alam, sering disebut dengan Romo Kiai Ahmad. Rintisan pembangunan
masjid dimulai tahun 1963 dan pembangunan fisik dimulai tahun 1978 dengan
material seadanya, seperti batu merah. Seiring dimulainya pembangunan pondok tersebut, datang para
santri untuk menetap dan mereka turut serta dalam
pembangunan yang dilakukan tahap demi tahap. Tahun 1992, pembangunan masjid
sempat terhenti. Pada akhir 1998, pembangunan kembali diteruskan hingga saat ini. Pembangunan
ponpes ini tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya saat mendirikan gedung bertingkat.
Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa
penduduk di sekitar pondok.
Dikutip
dari situs ‘Ponpes Bibaafadlrah’, Romo Kiai Ahmadlah yang menjadi arsitek
bangunan ini, dan ia tidak menyontek bangunan lain. Beliau membangun masjid
dengan dana sendiri tanpa meminta-minta, tidak ‘toma’ (mengharapkan pemberian
orang), dan tidak meminjam. Saat pembangunan, Romo Kiai Ahmad konon tidak punya
uang seribu rupiah pun untuk jatah pembangunan. Namun, ketika Beliau punya niat untuk melaksanakan haji bersama
keluarganya dan keinginan membangun musala, keadaan menjadi berubah. Terlebih
setelah Beliau melaksanakan ibadah haji berkali-kali bersama keluarga, Kiai Ahmad kemudian bisa
membangun pesantren seperti sekarang
ini.
Hal lain
yang perlu Anda ketahui, proses pembangunan pondok pesantren ini dilakukan secara ramah
lingkungan. Bahkan ada salah satu bagian dari masjid yang sengaja dibuat dengan
posisi menghindari sebuh pohon kelapa. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga
pohon tersebut tetap hidup sehingga tidak perlu menebangnya. Pembangunan kamar atau ruangan
dengan segala desainnya dibiayai oleh para jamaah. Mereka mengerjakannya secara
gotong royong sesuai kemampuan. Ada yang hanya membantu tenaga, serta ada pula yang membantu biaya.
Karena untuk kemaslahatan, pengelola
pondok tidak pernah menghitung berapa biaya yang sudah dikeluarkan. Mungkin
sudah mencapai
puluhan bahkan miliaran rupiah. Ada sekitar 325 santri yang
menetap bersama keluarganya di sini. Mereka tinggal di lingkungan pesantren, sambil terus
mengembangkan usaha. Sementara jumlah santri yang tidak menetap jumlahnya
mencapai ribuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar