Rabu, 01 Juni 2016

Masjid Tiban Turen Malang

Mengungkap Kebenaran Munculnya Masjid Tiban Turen

  
Bangunan megah yang disebut sebagai ‘’Masjid Tiban’’ ini berdiri di tengah perkampungan. Kisah berdirinya bangunan ini sempat membuat heboh masyarakat karena proses pembangunan yang terkesan misterius.

           


BANGUNAN berornamen perpaduan gaya Timur Tengah, Arab, Eropa dan Asia Timur  dengan warna dominan biru dan putih ini berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk. Persisnya berada di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau sekitar 40 kilometer ke arah selatan dari Kota Malang. Jarak dari jalan raya menuju lokasi bangunan,  hanya sekitar satu kilometer.
            Warga lokal menyebut bangunan megah ini dengan nama ‘’Masjid Jin’’ atau ‘’Masjid Tiban’’.  Disebut demikian karena konon bangunan ini ada secara tiba-tiba tanpa diketahui bagaimana kisah pembuatannya. Tidak seperti lazimnya sebuah bangunan yang didirikan di kampung yang pada proses pembangunannya akan melibatkan masyarakat sekitar.
Warga memang melihat mobil
pembawa bahan bangunan keluar masuk perkampungan, tetapi tidak dijumpai alat berat, seperti umumnya saat mendirikan bangunan bertingkat tinggi. Ya, pembangunan ‘’Masjid Tiban’’ ini memang tertutup. Pada saat dibuka, kondisi bangunan sudah setengah jadi sehingga membuat warga sekitar heran dan menyebut bangunan itu sebagai ‘’masjid tiban’’ atau ‘’masjid yang dibangun oleh jin’’  





            Untuk meluruskan desas-desus yang berkembang, pengelola membuat pengumuman yang ditulis dengan huruf besar, ditempatkan di depan meja tamu : “Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok muncul dengan sendirinya), dibangun oleh Jin dsb., itu tidak benar. Karena bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.”  Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah  sendiri bermakna ‘’laut madu’’  atau  ‘’fadilah rohmat’’.
            Meski kini menjadi kunjungan wisatawan, bahkan menjadi salah satu tujuan untuk berwisata religi, pihak pengelola menolak ‘’Masjid Tiban’’ disebut sebagai lokasi wisata. Mereka lebih senang dikenal sebagai pondok pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri 'Asali Fadlaailir Rahmah. Karena itu di beberapa sudut tertulis permintaan kesadaran dari para pengunjung agar bersikap selayaknya di pesantren, bukan di tempat wisata. Pengunjung diminta mengenakan pakaian sopan, berjilbab bagi muslimah dan menjaga kebersihan.

Akuarium, Gua

            Memasuki pondok pesantren ini, Anda akan dibuat kagum. Di pintu masuk, Anda diminta untuk melepas alas kaki. Sebelum berkunjung ke sini, Anda sebaiknya bersiap membawa kantung plastik sebagai tempat alas kaki. Dari pintu masuk, Anda akan menelusuri sebuah lorong dengan pembatas dinding berornamen indah. Teruslah menyusuri lorong, hingga Anda menemukan pintu di sisi kiri,  dan masuklah dari pintu ini. Anda akan menemui halaman lapang dan melihat taman bernuansa alami sebagai area penghubung menuju bangunan lainnya. Di sini, Anda bisa memotret suasana sekeliling karena sebagian dindingnya dihiasi ornamen batu-batuan warna cokelat alami.



            


Setelah puas berfoto, kembalilah ke pintu keluar.  Tak jauh dari situ, Anda akan mendapati pintu lain, mirip mulut gua. Tak usah ragu untuk memasukinya. Karena ini adalah ruangan akuarium yang sengaja dibuat dengan pencahayaan yang redup.  Di ruangan akuarium ini terdapat toilet dan juga tempat berwudlu. Pada beberapa dindingnya terdapat akuarium berisi ikan hias. Dan uniknya pada atap dan dinding ruangan akuarium ini  berhiaskan stalaktit dan stalakmit  yang menonjol di mana-mana, layaknya sebuah gua.  



            Di ruang akuarium, Anda  juga akan menemukan tangga yang menghubungkan dengan  ruangan lainnya. Anda akan menemukan lokasi yang terdapat berbagai hiasan yang tergantung di langit-langit maupun yang ditempelkan pada dinding. Ada juga meja dan kursi yang terbuat dari bahan kayu yang bentuknya sangat artistik. Di bagian lain, Anda  juga akan menemukan kursi singgasana dan hiasan dinding bergaya India dan perpaduan rangkaian kaligrafi, yang didominasi warna kuning keemasan. Di tempat ini, para pengunjung memanfaatkannya untuk berfoto bersama atau melakukan selfieSementara ruangan yang lain memiliki sentuhan interior bernuansa alam. Misalnya penempatan beduk yang di sekelilingnya terdapat penyangga batang pohon buatan berukuran raksasa. Ornamen di sini mengingatkan pada interior dan hiasan yang ada di tempat wisata di Kota Batu.







Jangan berhenti sampai di sini, Anda harus melanjutkan berkeliling pondok, karena di bagian lain, Anda akan menemukan kubah dengan berbagai hiasan, di mana di depannya diletakkan sejenis pohon kurma buatan yang dilengkapi lampu kerlap-kerlip. Yang lebih mengagumkan, di lantai atasnya lagi terdapat kebun jagung yang tumbuh subur. Juga terdapat semacam pekarangan yang disulap mirip kandang sebagai tempat pemeliharaan beberapa ekor monyet.
Ya, ruangan yang ada di pondok pesantren ini memang saling terhubung satu dengan yang lainnya. Setiap ruang mempunyai desain dan ornamen yang berbeda-beda. Jadi, Anda tidak akan bosan memasuki ruang demi ruang. Dominasi desain ruangannya tidak jauh dari gaya kaligrafi dengan dibuat dengan berbagai model, jenis, warna, bentuk, dan corak.   Sebenarnya  bangunan pondok pesantren ini memiliki lift, namun, masih belum bisa difungsikan. Meskipun belum sepenuhnya selesai dibangun, ada anak tangga yang landai ataupun jalan yang menghubungkan antar ruang, sehingga Anda tidak merasa jika sudah naik ke lantai berikutnya. Jika Ada merasa capai ketika berjalan, ada banyak tempat untuk beristirahat. Tersedia  banyak kursi berdesain unik. 




            Secara keseluruhan, bangunan utama pondok dan masjid ini memiliki 10 lantai. Tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para santri pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang dikelola oleh para santriwati, berbagai macam makanan ringan dijual dengan harga murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual berupa pakaian sarung, sajadah, jilbab, tasbih dan sebagainya.
Tak hanya unik, di dalam pondok pesesantren tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya boleh dinaiki anak-anak. Di dalam komplek pondok pesantren juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.




Ramah Lingkungan

            Menelusuri sejarahnya,  pondok pesantren ini memiliki perjalanan yang panjang. Ponpes ini didirikan oleh pemilik sekaligus pengasuh pondok pesantren yaitu KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al Mahbub Rahmat Alam, sering disebut dengan Romo Kiai Ahmad. Rintisan pembangunan masjid dimulai tahun 1963 dan pembangunan fisik dimulai tahun 1978 dengan material seadanya, seperti batu merah. Seiring dimulainya pembangunan pondok tersebut, datang para santri  untuk menetap dan mereka turut serta dalam pembangunan yang dilakukan tahap demi tahap. Tahun 1992, pembangunan masjid sempat terhenti. Pada akhir 1998, pembangunan kembali diteruskan hingga saat ini. Pembangunan ponpes ini tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya saat mendirikan gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok.  
Dikutip dari situs ‘Ponpes Bibaafadlrah’, Romo Kiai Ahmadlah yang menjadi arsitek bangunan ini, dan ia tidak menyontek bangunan lain. Beliau membangun masjid dengan dana sendiri tanpa meminta-minta, tidak ‘toma’ (mengharapkan pemberian orang), dan tidak meminjam. Saat pembangunan, Romo Kiai Ahmad konon tidak punya uang seribu rupiah pun untuk jatah pembangunan. Namun, ketika Beliau punya niat untuk melaksanakan haji bersama keluarganya dan keinginan membangun musala, keadaan menjadi berubah. Terlebih setelah Beliau melaksanakan ibadah haji berkali-kali bersama keluarga, Kiai Ahmad kemudian bisa membangun pesantren seperti sekarang ini.
            Hal lain yang perlu Anda ketahui, proses pembangunan pondok pesantren ini dilakukan secara ramah lingkungan. Bahkan ada salah satu bagian dari masjid yang sengaja dibuat dengan posisi menghindari sebuh pohon kelapa. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga pohon tersebut tetap hidup sehingga tidak perlu menebangnya. Pembangunan kamar atau ruangan dengan segala desainnya dibiayai oleh para jamaah. Mereka mengerjakannya secara gotong royong sesuai kemampuan. Ada yang hanya membantu tenaga, serta ada pula yang membantu biaya.
            Karena untuk kemaslahatan, pengelola pondok tidak pernah menghitung berapa biaya yang sudah dikeluarkan. Mungkin sudah mencapai puluhan bahkan miliaran rupiah. Ada sekitar 325 santri yang menetap bersama keluarganya di sini. Mereka tinggal di lingkungan pesantren, sambil terus mengembangkan usaha. Sementara jumlah santri yang tidak menetap jumlahnya mencapai ribuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar