Selasa, 14 Juni 2016

Napak Tilas Pertemuan Rangga dan Cinta

Napak Tilas Pertemuan Cinta dan Rangga





UNTUK mengisi libur lebaran tahun ini, bagi Anda yang berniat melakukan wisata ke Magelang dan Yogya, Anda bisa  mencoba ‘’napak tilas’’ tempat wisata yang dikunjungi Cinta dan Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta 2?. Dalam film tersebut, dikisahkan Cinta dan Rangga berpetualang seharian penuh dengan mengunjungi  beberapa lokasi, di antaranya Punthuk Setumbu, Rumah Doa Bukit Rhema, Candi Ratu Boko, hingga nongkrong di Klinik Kopi dan menonton pertunjukan wayang boneka, Papermoon Puppet Show.
            Salah satu tempat misterius yang dikunjungi Cinta dan Rangga adalah Punthuk Setumbu, sebuah bukit setinggi kurang lebih 400 meter dpl yang terletak di gugusan pegunungan Menoreh, Dusun Kerahan, Desa Karangrejo, Borobudur, Magelang. Bukit ini dari Yogyakarta dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Dulunya tempat ini merupakan ladang penduduk. Namun, setelah seorang fotografer mengabadikan gambar sunrise Borobudur nan epik dari bukit Punthuk Setumbu, orang-orang pun berdatangan mengunjungi tempat ini untuk menyaksikan matahari terbit. Bagi yang ingin menyaksikan keindahan Borobudur di kala fajar dan menunggu sunrise, Anda harus berada di tempat ini sebelum pukul 05.00 WIB.



            Untuk mencapai bukit ini cukup mudah, terdapat petunjuk arah menuju lokasi. Dari depan Taman Wisata Candi Borobudur, Anda bisa mengambil jalan menuju hotel Manohara, kemudian lurus menuju ke arah perbukitan Menoreh. Tak jauh dari situ ada pertigaan dan petunjuk arah bertuliskan Borobudur Nirvana Sunrise. Ambil jalan ke kanan mengikuti petunjuk arah hingga sampai di tempat parkir bukit Punthuk Setumbu. Dari parkiran yang ada di kaki bukit, Anda harus melakukan  treking sekitar 15 menit untuk mencapai puncak dengan rute berupa jalan makadam dan tanah. Bagi yang tidak kuat treking hingga puncak, tak jauh dari tempat parkir terdapat gazebo di mana wisatawan sudah bisa menyaksikan Borobudur dari kejauhan.


            Puncak Punthuk Setumbu sendiri berupa pelataran luas yang dikelilingi pagar pembatas. Di tempat ini terdapat rumah panggung, gazebo, dan kursi-kursi kayu yang bisa digunakan duduk menanti mentari terbit. Meskipun perjalanan treking di pagi hari sedikit melelahkan, namun hal tersebut akan terbayarkan saat menyaksikan sapuan kabut Borobudur yang perlahan terangkat naik dan mentari yang muncul dari balik gunung, terlihat begitu indah.  Waktu terbaik untuk datang ke tempat ini adalah saat musim kemarau yaitu sekitar bulan Juni hingga Agustus. Pada bulan-bulan ini matahari dapat terlihat dengan jelas tanpa diselimuti mendung. Selain itu trek menuju bukit tidak becek. Sedangkan jika ingin memotret candi Borobudur berselimutkan kabut, pengunjung bisa datang kapan saja. Wisatawan yang ingin menikmati keindahan sunrise dari Bukit Punthuk Setumbu wajib membayar retribusi sebesar Rp 15.000/orang.
            Puas menyaksikan sunrise, Anda bisa meneruskan petualangan ke Rumah Doa Bukit Rhema, yang ada di Dusun Gombong Desa Kembanglimus Magelang,  cukup berjalan kaki 10 menit dari bukit Punthuk Setumbu.   Orang-orang menyebut Rumah Doa Bukti Rhema  ini dengan sebutan "Gereja Ayam" karena desain bangunannya mirip seekor ayam yang memiliki ekor dan kepala. Jika dilihat dari udara, bangunan ini lebih terlihat menyerupai burung raksasa yang sedang berada di tengah hutan. Di sekitar bangunan ini masih terdapat pepohonan yang rindang dan semak belukar sehingga membuat udara pagi terasa sejuk.  Sebenarnya Gereja Ayam ini sudah terkenal di kalangan muda-mudi Yogyakarta dan Magelang. Setiap akhir pekan atau libur panjang, setidaknya ada ratusan wisatawan yang mengunjungi tempat ini.




            Sang pemilik bangunan, Daniel Alamsjah menyebut bahwa tempat ini bukan gereja, melainkan rumah ibadah yang diperuntukkan bagi seluruh umat yang percaya akan Allah. Pria ini mengatakan bahwa rumah doa ini sebenarnya ingin dibuat mirip burung merpati yang merupakan lambang dari perdamaian, ketulusan hati dan kelemahlembutan. Tetapi karena kekurangan biaya, pembangunannya tidak dilanjutkan. Ketika pengerjaan berhenti, sisi depan berbentuk mirip kepala ayam dan sisi belakang sudah terbentuk ekor. Jadi, orang-orang sekitar menyebutnya sebagai ‘’Gereja Ayam’’.


            Tarif masuk  ke tempat ini hanya Rp 5.000, Anda bisa menjelajahi bagian dalam "Gereja Ayam", termasuk memanjat hingga ke bagian puncak menaranya. Bagian utama bangunan  berupa sebuah aula yang berukuran sangat besar dan tidak diisi oleh perabot apa pun. 


Edukasi Sejarah dan Kopi

            Selain Punthuk Setumbu dan Rumah Doa Bukit Rhema, perjalanan tak terduga dari kebersamaan sehari  Cinta dan Rangga,  salah satunya terjadi di tempat bersejarah,  Kompleks Percandian Istana Ratu Boko yang dibangun abad ke-8. Lokasinya tidak jauh dari Candi Prambanan, tepatnya di jalan raya Prambanan-Piyungan.  
            Kompleks Percandian Istana Ratu Boko sendiri merupakan sebuah bangunan megah yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra. Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Dari tempat ini, Anda bisa merasakan kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota Yogyakarta dan candi Prambanan dengan latar gunung Merapi.



            Istana ini terletak pada ketinggian 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana seluas 250.000 m2 terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bila masuk dari pintu gerbang istana, Anda akan langsung menuju ke bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut Anda. Gapura pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Sekitar 45 meter dari gapura kedua, Anda akan menemui bangunan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut candi Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula candi Pembakaran yang berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2 teras. Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenazah. Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan Anda temui bila berjalan kurang lebih 10 meter dari candi Pembakaran.


            Sementara sumur penuh misteri akan Anda temui bila berjalan ke arah tenggara dari candi Pembakaran. Sumur itu bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Hingga kini, airnya pun masih sering dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Sementara orang-orang Hindu menggunakannya untuk upacara Tawur Agung sehari sebelum Nyepi.
            Melangkah ke bagian timur istana, Anda akan menjumpai dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan gua Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut gua Wadon. Persis di muka gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.
            Meski didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki unsur-unsur Hindu. Itu dapat dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni, arca Ganesha, serta lempengan emas yang bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha" sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain Dewa Siwa.  Dan, sebagai sebuah bangunan peninggalan, Istana Ratu Boko memiliki keunikan dibanding peninggalan lain. Jika bangunan lain umumnya berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan berupa tiang dan atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang tertinggal hanya batur-batur dari batu saja. Meskipun hanya tinggal bongkahan puing-puing, wisatawan tetap datang ke objek wisata ini


           
Selain  mengunjungi tiga tempat  di atas, Cinta dan Rangga juga mengunjungi Klinik Kopi milik Khusyu Firmansyah alias Pepeng yang berada di  Jl. Kaliurang Km7.5, Ngaglik, Sleman.  Kedai kopi ini terbilang sederhana, namun, cukup istimewa. Anda akan menemukan sebuah rumah unik berkonsep eco friendly yang dihiasi tanaman di sekelilingnya. Selain bisa menyicip ragam rasa kopi dari seluruh Indonesia, seperti Nagari Lasi, Takengon, Si Tujuh dan Solok, Lencoh Merapi, Papua, Java Tabacco, Anda diperbolehkan melihat langsung proses penyajian kopi, mulai dari penggilingan biji kopi sampai kopi diseduh langsung oleh tangan sang pemilik.





            Sambil menyaksikan proses pembuatan kopi, Pepeng akan menceritakan kisah di balik kopi yang  Anda minum, mulai dari asal kopi tersebut sampai petani yang menanamnya. Di sini Anda juga bisa berkonsultasi langsung mengenai jenis kopi yang cocok untuk Anda minum.  Harga secangkir kopi di kedai ini sangat terjangkau,  sekitar Rp 15.000. Selain itu, tersedia juga makanan ringan seperti pisang dan singkong goreng sebagai teman minum kopi.





Pertunjukan Multi Dalang Papermoon Puppet

SAAT bereuni,  Cinta dan Rangga kembali merasakan kedekatan ketika menyaksikan pertunjukan wayang boneka yang  dibawakan sekelompok seniman dari Yogya, Papermoon Puppet Show.  Sejoli ini mengunjungi studio Papermoon yang semula berlokasi di Jalan Langensuryo, Yogyakarta kini pindah ke Ds Sembungan, RT 2 Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.
Papermoon Puppet Show adalah pertunjukkan teater boneka yang didirikan pada tanggal 2 April 2006 oleh sepasang suami istri Iwan Effendi dan Maria Tri Sulistyani atau Ria. Pentas boneka di sini tidak diperuntukkan bagi anak-anak karena membawakan pertunjukkan yang mengangkat isu-isu dewasa. Papermoon Puppet Theatre sudah melanglang buana ke mancanegara. Mereka sering mementaskan teater boneka di festival-festival seni di beberapa negara, seperti di Kuala Lumpur, Philadelphia, New York, Washington DC, New Delhi, Thailand, Filipina, Jepang dan yang terbaru di tiga kota di Inggris.




            Beberapa judul yang dipentaskan di sini, di antaranya Noda Lelaki di Dada Mona (2008), Mau Apa? (2009-2010), Mwathirika (2010-2013), Secangkir Kopi dari Plaja (2011), dan Laki-Laki Laut (2013). Khusus untuk  Ada Apa Dengan Cinta 2, Papermoon menampilkan karya Secangkir Kopi dari Plaja dengan sentuhan baru.  Pertunjukkan yang diangkat dari cerita nyata cinta yang sempat hilang ini dirasa sama dengan kisah antara Cinta dan Rangga. Tekstur wajah boneka saat pementasan diambil dari dekat yang membuat seakan boneka itu nyata. Dengan musik yang membuat 'hidup' cerita Secangkir Kopi dari Plaja ini tetap hadir tanpa dialog,


            Pertunjukan teater boneka ini berbeda dengan pergelaran wayang di mana dalang selalu duduk di balik layar sebagai sutradara tunggal, yang terdengar hanya dinamika suaranya yang mewarnai beragam tokoh karakter wayang. Tapi Papermoon menawarkan warna kontemporer di dunia teater, yaitu  bagaimana mengawinkan konsep dalang yang biasanya tunggal, menjadi multi dalang yang dimainkan oleh sejumlah orang yang memegang boneka-bonekanya. Manusia dan boneka berkolaborasi di atas panggung yang sama dan sangat hemat kata. Penonton dilatih untuk membaca gerak dan simbol.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar