Napak
Tilas Pertemuan Cinta dan Rangga
UNTUK mengisi libur lebaran tahun ini, bagi Anda yang
berniat melakukan wisata ke Magelang dan Yogya, Anda bisa mencoba ‘’napak tilas’’ tempat wisata yang
dikunjungi Cinta dan Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta 2?. Dalam film
tersebut, dikisahkan Cinta dan Rangga berpetualang seharian penuh dengan
mengunjungi beberapa lokasi, di
antaranya Punthuk Setumbu, Rumah Doa Bukit Rhema, Candi Ratu Boko, hingga
nongkrong di Klinik Kopi dan menonton pertunjukan wayang boneka, Papermoon
Puppet Show.
Salah
satu tempat misterius yang dikunjungi Cinta dan Rangga adalah Punthuk Setumbu, sebuah
bukit setinggi kurang lebih 400 meter dpl yang terletak di gugusan pegunungan
Menoreh, Dusun Kerahan, Desa Karangrejo, Borobudur, Magelang. Bukit ini dari
Yogyakarta dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan
pribadi. Dulunya tempat ini merupakan ladang penduduk. Namun, setelah seorang
fotografer mengabadikan gambar sunrise
Borobudur nan epik dari bukit Punthuk Setumbu, orang-orang pun berdatangan
mengunjungi tempat ini untuk menyaksikan matahari terbit. Bagi yang ingin
menyaksikan keindahan Borobudur di kala fajar dan menunggu sunrise, Anda harus berada di tempat ini sebelum pukul 05.00 WIB.
Untuk
mencapai bukit ini cukup mudah, terdapat petunjuk arah menuju lokasi. Dari depan
Taman Wisata Candi Borobudur, Anda bisa mengambil jalan menuju hotel Manohara,
kemudian lurus menuju ke arah perbukitan Menoreh. Tak jauh dari situ ada
pertigaan dan petunjuk arah bertuliskan Borobudur Nirvana Sunrise. Ambil
jalan ke kanan mengikuti petunjuk arah hingga sampai di tempat parkir bukit
Punthuk Setumbu. Dari parkiran yang ada di kaki bukit, Anda harus
melakukan treking sekitar 15 menit untuk
mencapai puncak dengan rute berupa jalan makadam dan tanah. Bagi yang tidak
kuat treking hingga puncak, tak jauh dari tempat parkir terdapat gazebo di mana
wisatawan sudah bisa menyaksikan Borobudur dari kejauhan.
Puncak
Punthuk Setumbu sendiri berupa pelataran luas yang dikelilingi pagar pembatas.
Di tempat ini terdapat rumah panggung, gazebo, dan kursi-kursi kayu yang bisa
digunakan duduk menanti mentari terbit. Meskipun perjalanan treking di pagi
hari sedikit melelahkan, namun hal tersebut akan terbayarkan saat menyaksikan
sapuan kabut Borobudur yang perlahan terangkat naik dan mentari yang muncul
dari balik gunung, terlihat begitu indah.
Waktu terbaik untuk datang ke tempat ini adalah saat musim kemarau yaitu
sekitar bulan Juni hingga Agustus. Pada bulan-bulan ini matahari dapat terlihat
dengan jelas tanpa diselimuti mendung. Selain itu trek menuju bukit tidak becek.
Sedangkan jika ingin memotret candi Borobudur berselimutkan kabut, pengunjung
bisa datang kapan saja. Wisatawan yang ingin menikmati keindahan sunrise dari Bukit Punthuk Setumbu wajib
membayar retribusi sebesar Rp 15.000/orang.
Puas
menyaksikan sunrise, Anda bisa
meneruskan petualangan ke Rumah Doa Bukit Rhema, yang ada di Dusun Gombong Desa
Kembanglimus Magelang, cukup berjalan
kaki 10 menit dari bukit Punthuk Setumbu.
Orang-orang menyebut Rumah Doa Bukti Rhema ini dengan sebutan "Gereja Ayam"
karena desain bangunannya mirip seekor ayam yang memiliki ekor dan kepala. Jika
dilihat dari udara, bangunan ini lebih terlihat menyerupai burung raksasa yang
sedang berada di tengah hutan. Di sekitar bangunan ini masih terdapat pepohonan
yang rindang dan semak belukar sehingga membuat udara pagi terasa sejuk. Sebenarnya
Gereja Ayam ini sudah terkenal di kalangan muda-mudi Yogyakarta dan Magelang. Setiap
akhir pekan atau libur panjang, setidaknya ada ratusan wisatawan yang mengunjungi
tempat ini.
Sang
pemilik bangunan, Daniel Alamsjah menyebut bahwa tempat ini bukan gereja, melainkan
rumah ibadah yang diperuntukkan bagi seluruh umat yang percaya akan Allah. Pria
ini mengatakan bahwa rumah doa ini sebenarnya ingin dibuat mirip burung merpati
yang merupakan lambang dari perdamaian, ketulusan hati dan kelemahlembutan.
Tetapi karena kekurangan biaya, pembangunannya tidak dilanjutkan. Ketika
pengerjaan berhenti, sisi depan berbentuk mirip kepala ayam dan sisi belakang
sudah terbentuk ekor. Jadi, orang-orang sekitar menyebutnya sebagai ‘’Gereja
Ayam’’.
Tarif
masuk ke tempat ini hanya Rp 5.000, Anda
bisa menjelajahi bagian dalam "Gereja Ayam", termasuk memanjat hingga
ke bagian puncak menaranya. Bagian utama bangunan berupa sebuah aula yang berukuran sangat
besar dan tidak diisi oleh perabot apa pun.
Edukasi Sejarah dan Kopi
Selain
Punthuk Setumbu dan Rumah Doa Bukit Rhema, perjalanan tak terduga dari
kebersamaan sehari Cinta dan Rangga, salah satunya terjadi di tempat bersejarah, Kompleks Percandian Istana Ratu Boko yang
dibangun abad ke-8. Lokasinya tidak jauh dari Candi Prambanan, tepatnya di
jalan raya Prambanan-Piyungan.
Kompleks
Percandian Istana Ratu Boko sendiri merupakan sebuah bangunan megah yang
dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa
Syailendra. Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara (berarti
biara di bukit yang penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat menyepi dan
memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Dari tempat ini, Anda bisa merasakan
kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota Yogyakarta dan candi Prambanan
dengan latar gunung Merapi.
Istana
ini terletak pada ketinggian 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana
seluas 250.000 m2 terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara,
dan timur. Bila masuk dari pintu gerbang istana, Anda akan langsung menuju ke
bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut Anda. Gapura pertama
memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Sekitar 45 meter dari
gapura kedua, Anda akan menemui bangunan candi yang berbahan dasar batu putih
sehingga disebut candi Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula candi
Pembakaran yang berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2
teras. Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenazah. Selain
kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan Anda temui bila berjalan
kurang lebih 10 meter dari candi Pembakaran.
Sementara
sumur penuh misteri akan Anda temui bila berjalan ke arah tenggara dari candi
Pembakaran. Sumur itu bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang
diberikan mantra. Hingga kini, airnya pun masih sering dipakai. Masyarakat
setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya.
Sementara orang-orang Hindu menggunakannya untuk upacara Tawur Agung sehari
sebelum Nyepi.
Melangkah
ke bagian timur istana, Anda akan menjumpai dua buah gua, kolam besar berukuran
20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat tenang. Dua buah gua itu
terbentuk dari batuan sedimen yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih
atas dinamakan gua Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut gua Wadon.
Persis di muka gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan
sebuah penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu
Pantheon Budha.
Meski
didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki unsur-unsur Hindu. Itu dapat
dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni, arca Ganesha, serta lempengan emas yang
bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha" sebagai bentuk pemujaan
terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain Dewa Siwa. Dan, sebagai sebuah bangunan peninggalan,
Istana Ratu Boko memiliki keunikan dibanding peninggalan lain. Jika bangunan
lain umumnya berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan
ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan berupa
tiang dan atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang tertinggal hanya
batur-batur dari batu saja. Meskipun hanya tinggal bongkahan puing-puing,
wisatawan tetap datang ke objek wisata ini
Selain mengunjungi tiga tempat di atas, Cinta dan Rangga juga mengunjungi Klinik
Kopi milik Khusyu Firmansyah alias Pepeng yang berada di Jl. Kaliurang Km7.5, Ngaglik, Sleman. Kedai kopi ini terbilang sederhana, namun, cukup
istimewa. Anda akan menemukan sebuah rumah unik berkonsep eco friendly yang dihiasi tanaman
di sekelilingnya. Selain bisa menyicip ragam rasa kopi dari seluruh Indonesia,
seperti Nagari Lasi, Takengon, Si Tujuh dan Solok, Lencoh Merapi, Papua, Java
Tabacco, Anda diperbolehkan melihat langsung proses penyajian kopi, mulai dari
penggilingan biji kopi sampai kopi diseduh langsung oleh tangan sang pemilik.
Sambil
menyaksikan proses pembuatan kopi, Pepeng akan menceritakan kisah di balik kopi
yang Anda minum, mulai dari asal kopi
tersebut sampai petani yang menanamnya. Di sini Anda juga bisa berkonsultasi
langsung mengenai jenis kopi yang cocok untuk Anda minum. Harga secangkir kopi di kedai ini sangat
terjangkau, sekitar Rp 15.000. Selain
itu, tersedia juga makanan ringan seperti pisang dan singkong goreng sebagai
teman minum kopi.
Pertunjukan
Multi Dalang Papermoon Puppet
SAAT bereuni, Cinta dan Rangga kembali merasakan kedekatan
ketika menyaksikan pertunjukan wayang boneka yang dibawakan sekelompok seniman dari Yogya, Papermoon
Puppet Show. Sejoli ini mengunjungi studio
Papermoon yang semula berlokasi di Jalan Langensuryo, Yogyakarta kini pindah ke
Ds Sembungan, RT 2 Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.
Papermoon Puppet Show adalah pertunjukkan teater boneka
yang didirikan pada tanggal 2 April 2006 oleh sepasang suami istri Iwan Effendi
dan Maria Tri Sulistyani atau Ria. Pentas
boneka di sini tidak diperuntukkan bagi anak-anak karena membawakan pertunjukkan
yang mengangkat isu-isu dewasa. Papermoon Puppet
Theatre sudah melanglang buana ke mancanegara. Mereka sering mementaskan teater
boneka di festival-festival seni di beberapa negara, seperti di Kuala
Lumpur, Philadelphia, New York, Washington DC, New Delhi, Thailand, Filipina,
Jepang dan yang terbaru di tiga kota di Inggris.
Beberapa
judul yang dipentaskan di sini, di antaranya Noda Lelaki di Dada Mona (2008), Mau Apa?
(2009-2010), Mwathirika (2010-2013), Secangkir Kopi dari Plaja (2011),
dan Laki-Laki Laut (2013). Khusus untuk Ada Apa Dengan Cinta 2, Papermoon
menampilkan karya Secangkir Kopi dari
Plaja dengan sentuhan baru. Pertunjukkan yang diangkat dari cerita nyata
cinta yang sempat hilang ini dirasa sama dengan kisah antara Cinta dan Rangga.
Tekstur wajah boneka saat pementasan diambil dari dekat yang membuat seakan
boneka itu nyata. Dengan musik yang membuat 'hidup' cerita Secangkir Kopi dari Plaja ini tetap hadir tanpa dialog,
Pertunjukan
teater boneka ini berbeda dengan pergelaran wayang
di mana dalang selalu duduk di balik layar sebagai sutradara tunggal, yang
terdengar hanya dinamika suaranya yang mewarnai beragam tokoh karakter wayang.
Tapi Papermoon menawarkan warna kontemporer di dunia teater, yaitu bagaimana mengawinkan konsep dalang yang
biasanya tunggal, menjadi multi dalang yang dimainkan oleh sejumlah orang yang
memegang boneka-bonekanya. Manusia dan boneka berkolaborasi di atas panggung
yang sama dan sangat hemat kata. Penonton dilatih untuk membaca gerak dan
simbol.