Jumat, 11 Maret 2016

Koarmatim, Monumen Jalesveva Jayamahe, Fleet House

MENELUSURI REKAM JEJAK MARITIM
DI MONJAYA DAN FLEET HOUSE


            BAGI Anda yang tertarik dengan dunia bahari Indonesia beserta sejarahnya, ada satu tempat menarik yang wajib dikunjungi, yaitu Dermaga Ujung di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Di tempat ini, Anda bisa menelusuri rekam jejak dunia maritim Indonesia sekaligus melihat dari dekat salah satu pangkalan utama angkatan laut Indonesia. Ya,  di Dermaga Ujung ini terdapat markas Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) TNI AL yang di dalamnya berdiri Monumen-Museum Jalesveva Jayamahe (Monjaya), dan Museum Armada (Fleet House). 
            Koarmatim sendiri merupakan kawasan terbatas yang tak boleh sembarang orang masuk, karena merupakan wilayah penjaga maritim untuk wilayah timur NKRI.  Namun,  bukan berarti tempat ini tak boleh dikunjungi masyarakat umum. Pada hari-hari tertentu, seperti Hari Armada RI,  Koarmatim mengadakan open house. Seperti pada tanggal 20 Desember 2015, diadakan Naval Base Open Day (NBOD) di mana masyarakat bisa melihat dari dekat kawasan ini, mengunjungi Monjaya, melihat dan naik kapal perang,  serta melihat pameran alutsista.  Begitu juga saat acara pelepasan Sail Journalist Hari Pers Nasional 2016 tanggal 5 Februari 2016 lalu,  sekitar 200 wartawan dari berbagai daerah di Indonesia bisa mengunjungi tempat ini karena pelayaran dengan menaiki kapal perang KRI Makassar 590 diberangkatkan dari Dermaga Ujung.

Salah satu sudut Koarmatim



Aneka jenis kapal perang RI berlabuh


            Pada hari biasa, masyarakat umum bisa masuk ke Koarmatim dan mengunjungi Monjaya serta Fleet House. Syaratnya harus mengajukan surat permohonan yang dikirim dua minggu sebelum kunjungan. Surat ditujukan kepada Pangarmatim dengan tembusan ke Gubernur AAL, Asintel Pangarmatim, Asops Pangarmatim, Asintel Danlantamal III, dan Kepala Dinas Penerangan Koarmatim. Pengurusan  surat izin ini akan lebih mudah diproses jika mengontak langsung ke Dispen Koarmatim. Jika perizinan sudah beres, tinggal memilih jalan masuk  markas Koarmatim. Ada dua akses menuju ke sana, pertama lewat Jalan Perak Timur menuju Jembatan Petekan. Akses yang kedua lewat Jalan Sidotopo.  
            Mengunjungi Koarmatim, Anda akan dibuat kagum dengan tempat yang diresmikan pada tanggal 30 Maret 1985 ini. Di sini, Anda akan mendapati pemandangan laut utara Surabaya, jembatan Suramadu yang membentang menyeberangi selat Madura, serta puluhan kapal perang Indonesia.  Fasilitas yang dimiliki Dermaga Ujung Koarmatim ini ternyata yang terbesar dan terlengkap di Indonesia. Sehingga saat melihat sekeliling Dermaga, Anda akan melihat KCR (Kapal Cepat Rudal), LST (Landing Ship Tank), dan LPD (Landing Platform Dock) terparkir di sana. Anda juga bisa melihat dermaga khusus yang memiliki atap pelindung  yang merupakan rumah bagi kapal selam.

Sudut Koarmatim dilihat dari atas KRI Makassar

            Selain view laut, kapal dan gedung, ada satu  pemandangan menarik, dan biasanya menjadi fokus perhatian pengunjung saat pertama memasuki kompleks Koarmatim, yaitu sebuah patung besar seorang perwira yang berdiri di atas sebuah bangunan bundar. Patung dan bangunan tersebut ternyata merupakan Monumen-Museum Jalesveva Jayamahe (Monjaya) yang menjadi kebanggaan TNI AL.   Monjaya memiliki ketinggian 60 meter dengan rincian, tinggi patung perwira 31 meter dan monumen (gedung bundar) setinggi  29 meter.  
            Berdasarkan catatan,  Monjaya mulai dibangun pada tahun 1990,  menghabiskan dana 27 miliar. Monumen ini diresmikan pada 5 Desember 1996 oleh Presiden Soeharto, bertepatan dengan Hari Armada Ke-5  RI. Dipilihnya areal Dermaga Ujung Surabaya sebagai tempat pendirian monumen ini tidak dapat dilepaskan dari keberadaan tempat ini yang menjadi saksi sejarah atas peristiwa perebutan Kaigun SE 21/24 Butai pada tanggal 3 Oktober 1945 yang ditandai dengan sumpah para Bahariwan Penataran Angkatan Laut (PAL) yaitu  ‘’Saya rela dan ikhlas mengorbankan harta, benda maupun jiwa raga untuk Nusa dan Bangsa’’.
            Sementara itu, nama ‘’Jalesveva Jayamahe’’ sendiri diambil dari slogan TNI AL yang berarti ‘’di laut kita tetap jaya’’. Pematung dan arsitek keseluruhan bangunan ini adalah Drs. Nyoman Nuarta (yang juga membuat patung tembaga Garuda Whisnu Kencana Bali) yang tergabung dalam Nyoman Nuarta Group.   Monjaya tercatat masuk 12 besar dari 37 tempat wisata yang ada di Kota Surabaya, untuk meraih penghargaan The Most Favorite Destination Award 2012. Jumlah pengunjung yang datang ke sini, rata-rata setiap tahun tidak kurang dari 40 ribu orang.

Monumen Jalesveva Jayamahe




            Mendekat  ke Monjaya, Anda  akan melihat dengan  jelas patung perwira yang menatap jauh ke permukaan Laut Jawa (yang kini juga menatap jembatan Suramadu), berdiri tegap dalam balutan seragam PDU 1, tangan kiri memegang pedang kehormatan yang ditumpukan ke lantai.  Sebagai pijakan patung sang perwira adalah gedung bundar empat lantai. Kulit tubuh ’’ perwira’’ terbuat dari tembaga berwarna biru kehijauan.  Saat proses pembuatan, Nyoman Nuarta mencetak tubuh patung ini di bengkel seninya di Bandung dalam bentuk potongan modul. Setelah selesai, dibawa ke Surabaya dan direkatkan satu sama lain. Untuk membuat patung ini, Nyoman mendapatkan 3000 ton tembaga dari PLN, 60 ton dari departemen komunikasi dan sejumlah tembaga bekas luruhan peluru.
            Patung dan bangunan di Monjaya ini disebut-sebut tertinggi kedua di dunia setelah Patung Liberty yang berada di mulut pelabuhan New York yang memiliki ketinggian 85 meter.  Dan, sama halnya dengan Patung Liberty yang berfungsi memandu kapal-kapal untuk masuk Pelabuhan New York, Patung Monjaya juga demikian. Monumen ini bisa menyala dan memandu kapal-kapal memasuki Dermaga Ujung Surabaya.


Monjaya memandu kapal-kapal masuk ke Dermaga Ujung




Penjagaan ketat
            Sementara pada gedung bundar berlantai empat, dindingnya penuh dengan diorama perjuangan bahari selama pra revolusi fisik sampai era tahun 1990-an. Di dalam gedung, Anda bisa melihat lebih dekat replika kapal tempo dulu, foto-foto sejarah revolusi pembebasan Laut Aru, foto kapal perang modern seperti KRI Kakap 881, KRI Katon 810, KRI Alkara 830, KRI Warakas 816, dan replika helikopter perang. Sedangkan dari lantai empat, tempat patung perwira menapakkan kaki, wisatawan bisa memandang lepas ke kawasan dermaga Tanjung Perak. Selain sebagai monumen, gedung ini sekaligus juga difungsikan sebagai executive meeting room.
            Selain patung dan gedung penuh diorama, wisatawan juga bisa melihat gong terbesar di dunia tepat di pelataran Monjaya. Gong berbahan kuningan berlapis antikarat tersebut diberi nama Kiai Tentrem. Bobotnya lebih dari 2 ton  dan berdiameter 6 meter. Gong ini dibuat oleh para perajin rumahan dari Desa Pelemlor, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Gong Kyai Tentrem
            Monjaya dibuka setiap hari Senin- Jum’at mulai dari pukul 07.00-15.00 WIB. Untuk berkunjung ke Monjaya pengunjung juga diminta untuk berpakaian rapi dan bersepatu.  Di area museum juga terdapat pusat souvenir yang menjual berbagai oleh-oleh mulai dari pakaian, topi, tas, dan sejumlah atribut TNI AL. Jika lapar, pengunjung bisa menuju pujasera yang berlokasi tak jauh dari monumen, hanya sekitar 300 meter saja.

Museum Armada

            Masih di lingkungan Koarmatim,  tak jauh dari Monjaya terdapat Museum Armada atau Fleet House yang juga bisa Anda kunjungi. Menilik bentuknya, museum ini tak ubahnya kapal besar. Jendela berbentuk bulat dengan kaca, dan jeruji besi menguatkan kesan kapal.           
            Museum yang memiliki slogan  “Historia Magistra Vitae” yang bermakna sejarah adalah guru kehidupan ini, berisi berbagai macam koleksi baik benda-benda bersejarah atau foto yang bercerita tentang keberadaan Armada RI, serta perjuangannya, yang dimulai sejak zaman pra kemerdekaan sampai saat ini. Selain itu museum ini juga memiliki teater yang digunakan untuk menyaksikan film dokumenter sejarah armada dan TNI Angkatan Laut.


Fleet House


            Salah satu penghuni Fleet House adalah replika patung kayu Dewarucci, patung telanjang dada bercat warna emas  yang biasa diletakkan di bawah bowsprit tiang cocor bagian haluan atau depan kapal.  Patung Dewaruci itu hanya sebagian kecil objek ”misterius” yang dipamerkan. 


Replika patung Dewarucci
Berbagai koleksi lain berupa peralatan utama sistem persenjataan beberapa dekade maupun catatan sejarah armada angkatan laut tersaji ringkas di sini.  Ruang pamer didesain modern dan dilengkapi benda bersejarah serta keterangan foto. Puluhan alutsista zaman dulu sampai mutakhir ditempatkan di titik-titik strategis. Di antaranya, meriam kuna dari bahan tembaga dan besi produksi abad ke-16 hingga abad ke-18. Koleksi lain adalah beberapa peluru kendali era modern seperti senjata rudal, meriam dan torpedo.



            Untuk diketahui, Fleet House ini dibangun sebagai hasil swadaya pemugaran bekas gedung bulu tangkis yang biasa digunakan prajurit Koarmatim. Proses pembangunan museum mulai dari perencanaan hingga selesai hanya memakan waktu kurang dari empat bulan dan dilakukan secara swadaya. Latar belakang pembangunan museum ini didasari kebutuhan akan sarana sejarah TNI AL yang bisa divisualisasikan dan mudah dipahami keluarga prajurit dan masyarakat umum. Keberadaan Museum Armada ini menjadi bagian integral TNI AL dalam mewujudkan visi 'World Class Navy'.

2 komentar:

  1. Kak permisi mau Tanya...Tampa mengurus Surat ijin bisakah ttp brkunjung ke museum jaleveva jayamahe...utk sedekar brfoto dgn patung monjaya

    BalasHapus
  2. Luar biasa dan sangat berkesan serta bangga kami pada TNI AL yg NKRI

    BalasHapus