Selasa, 14 Agustus 2018

The Heritage Palace Solo


Berfoto Ala Al Capone

            Selain Pabrik Gula Colomadu, Anda juga bisa mengunjungi bekas Pabrik Gula Gembongan atau disebut juga Pabrik Gula Kartasura yang didirikan pada tahun 1892 peninggalan era Kerajaan Mataram Islam. Pabrik ini juga direvitalisasi menjadi wahana wisata yang diberi nama The Heritage Palace. PG. Gembongan yang dulu merupakan pabrik gula, dan sempat dijadikan tempat menyimpan tembakau, kini  kembali bergeliat. Secara fisik, bangunan PG Gembongan seperti istana di Eropa. Klasik dan megah.
            The Heritage Palace  berada di Jl Permata Raya Dukuh Tegal Mulya Rt 02/ RW 08, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo. Jarak dari kota Surakarta ke lokasi ini sekitar 10 kilometer saja yang dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 30 menit Lokasi ini lebih mudah ditemukan mengunakan Googlemap dengan nama PG Gembongan. Jam buka The Heritage Palace setiap harinya pada pukul 09:00 – 21:00 WIB. Akan lebih asyik jika mengunjungi tempat ini ketika sore hari saat lampu dihidupkan. Untuk masuk ke sini, Anda harus membayar Rp 55 ribu termasuk tiket ke Museum 3D.
            Pendiri PG Gembongan adalah Belanda. Karena gula adalah komoditas terbaik untuk dijual saat itu bagi penjajah Belanda. Wilayah di sekitar PG Gembongan/The Heritage Palace sekarang menjadi pemukiman penduduk yang padat. Catatan terbaik untuk melihat sejarah lengkap PG Gembongan ada di Universitas Leiden atau Museum Troppen Belanda.
            Berada di The Heritage Palace, selain menikmati bangunannya yang megah dan artistik, Andabisa berfoto-foto di dekat mobil antik  bagaikan sedang berada di Museum Angkut Malang. Ada beberapa merek mobil klasik terpajang di sana, seperti Dodge, Chevrolet, Mercedes dan masih banyak lagi. Anda bisa bergaya ala Al Capone di sana.
            Ada juga zona yang berisi koleksi furnitur jadul yang sangat unik. Ada juga outdoor garden tempat, taman yang didesain dengan sempurna untuk bersantai wisatawan. Tumbuhan hijau yang dipadukan dengan bangunan unik merpakan pemandangan indah di lokasi ini. Selain itu  juga terdapat museum 3D Trick Art & Omah Kwalik, Garden Retro Paradise, Convention Hall, Kids Town & Food Street. Bagi wisatawan yang gemar foto selfie, tempat ini sangat tepat untuk dikunjungi.
Bahkan lokasi ini juga merupakan tempat romantis untuk foto prewedding di Solo, Jogja dan sekitarnya.


De Tjolomadoe



Reinkarnasi Pabrik Gula Colomadu


PABRIK Gula (PG) Colomadu di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah selama 20 tahun  sudah tidak difungsikan dan kondisinya terbengkalai.  Namun ‘’denyut’’ aktivitas dari pabrik gula yang berhenti produksi pada tahun 1998 ini kembali berdetak setelah direvitalisasi.  Pabrik  gula yang berada di jalan Adi Sucipto  ini,  sekarang punya nama De Tjolomadoe dan menjadi destinasi wisata sekaligus kawasan komersial.  De Tjolomadoe mulai menjadi perbincangan setelah diresmikan pada bulan Maret 2018 dan di sini diselenggarakan konser musik tingkat dunia dengan menghadirkan musikus David Foster dan Brian McKnight.


             Pabrik Gula Colomadu sendiri dibangun pada 1861 oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegaran IV (1853-1881). Tahun 1928, pabrik ini mengalami perluasan area lahan tebu dan perombakan arsitektur.  Pada masa kejayaannya, Colomadu  mampu mengekspor gula hingga ke Belanda, Singapura, dan Bandaneira. Dari hasil penjualan gula pula,  Mangkunegara IV  bisa mendirikan sekolah rakyat, membangun jalan, dan irigasi.
            Setelah merdeka, PG Colomadu  dinasionalisasi ke tangan Pemerintah Republik Indonesia pada 1946 melalui Penetapan Pemerintah No. 16 Tahun 1946 tanggal 15 Juli 1946. Namun, pabrik terus hidup dan gula tetap diproduksi di mana pengelolaannya diserahkan kepada Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI). Pada 1981, PG Colomadu dikelola oleh Perusahaan Nasional Perkebunan (PNP), dan mulai 1996 masuk ke dalam wilayah pengelolaan PTPN IX.  PG Colomadu berhenti berproduksi pada 1 Mei 1998 karena kesulitan bahan baku, dan sejak itu bangunan terbengkalai.
            Tahun 2017,  PT PP (Persero) Tbk, PT PP Properti Tbk, PT Taman Wisata Candi Prambanan, Borobudur, dan Ratu Boko (Persero), dan PT Jasa Marga Properti membentuk joint venture dengan nama PT Sinergi Colomadu untuk melaksanakan konstruksi revitalisasi dengan mengikuti kaidah cagar budaya. Awalnya sempat kesulitan mencari blue print PG Colomadu.  Bahkan, untuk mencari foto-foto PG Colomadu, tim revitalisasi harus berburu hingga Leiden, Belanda,  dan hanya ditemukan 2-3 foto tentang pabrik ini. Namun,  itu tak menyurutkan semangat untuk membangkitkan kembali kejayaan Colomadu.
            Ground breaking dilakukan 8 April 2017.  Studi kelayakan melibatkan berbagai pakar di bidang arsitektur, sejarah, dan budaya untuk mengubah pabrik gula tersebut agar kembali berdaya. Hasilnya? Meski belum rampung semua, De Tjolomadoe sudah bisa dikunjungi sebagai salah satu destinasi wisata di Karanganyar.


Berkeliling Stasiun

            Untuk tur berkeliling De Tjolomadoe, sampai saat ini, pengunjung belum dipungut biaya. Hanya saja jika Anda akan melakukan pemotretan untuk prewedding atau hal-hal yang bersifat komersial akan dikenai biaya. Dari kejauhan, kesan megah dari De Tjolomadoe langsung terlihat.  Cerobong asap yang menjulang tinggi serta fasad pabrik yang bernuansa kolonial menunjukkan kejayaan De Tjolomadoe pada masa lalu. Tulisan besar 'Anno 1928' terpampang di salah satu sisi bangunan, penanda dari kehebatannya saat dipegang oleh Mangkunegara VII di tahun yang sama.
            Bangunan seluas 1,3 hektar di atas lahan 6,4 hektar ini terlihat kokoh, dan tetap mempertahankan kekayaan nilai historis. Memasuki ruang utama, mesin-mesin pabrik, cerobong asap, rel lori pengangkut tebu tetap bisa dilihat. Beberapa bagian dinding dibiarkan tetap mengelupas tidak diperbaiki untuk mempertahankan kesan masa lalu. Bagi pengunjung yang gemar berfoto, De Tjolomadoe dapat sepenuhnya menyalurkan hasrat Anda. Setiap sudutnya tampak begitu instagenik dan cantik untuk diabadikan lewat foto.
            Memasuki bangunan De Tjolomadoe, pengunjung akan melihat langsung bagaimana kondisi pabrik gula dengan mesin-mesin buatan Jerman yang masih bertahan. Dari pintu masuk, hal pertama yang akan Anda temui adalah ruangan lapang, pada bagian atas tertulis ‘’Stasiun Ketelan’’.  Tegel lawas berwarna hitam dan kuning tampak mendominasi ruangan ini.  Pada dinding bagian kiri ruangan, terdapat dua buah lingkaran besar dan di dalam lingkaran terdapat lubang-lubang kecil. Di atasnya bertuliskan ‘’Ketel Tekanan Rendah’’. Para pengunjung biasanya berfoto di tengah-tengah antara dua bulatan besi.  Kemudian pada sisi sebelah kanan ruangan terlihat mesin giling tebu sebagai latar . Di ‘’Stasiun Ketelan’’ juga terdapat  area food and beverage.
            Dari Stasiun Ketelan, pengunjung bisa masuk ke ruangan dalam dan Anda akan menemui ruangan bernama ‘’Stasiun Penguapan’’  yang merupakan area arcade. Di stasiun tersebut terdapat ketel dengan ukuran besar yang masih terpasang di bagian atas. Sekarang, kawasan itu dipercantik dengan keberadaan coffee shop, stan kerajinan batik, serta stan busana muslim.
            Tak jauh dari Stasiun Penguapan tedapat Stasiun Gilingan yang menjadi ruangan favorit pengunjung. Terdapat mesin berukuran besar yang pada masa itu digunakan untuk menggiling tebu.  Dari ruangan inilah terbayang bagaimana proses pengolahan batang tebu menjadi gula. Ruangan ini juga didominasi tegel klasik warna hitam kuning. Ruang ini awalnya merupakan ruang pengolahan tebu sejak diturunkan dari truk, hingga diangkut lori menuju mesin penggilingan. Tak heran jika mesin-mesin giling terpampang dominan, sementara rel lori membujur di bawahnya. Di ruangan ini pengunjung bisa melakukan swafoto dengan latar mesin-mesin raksasa. Mesin giling yang berukuran besar masih tampak gagah terpasang. Hanya saja untuk mempercantik kondisi roda giling yang bergigi itu, kini dicat kembali. Sedangkan, di bagian pinggirnya dipasang kaca pembatas.
            Di Stasiun Gilingan ini juga terdapat dua papan besar, di mana Anda bisa melihat foto-foto De Tjolomadoe sebelum dan sesudah revitalisasi.  Anda bisa melihat kondisi sebelum revitalisasi yang terbengkalai dan memprihatinkan hingga kemudian disulap kembali menjadi bangunan yang layak seperti terlihat seperti sekarang.
            Dari Stasiun Gilingan, Anda bisa memasuki Stasiun Karbonatasi. Di sini juga terdapat mesin pengolahan gula namun tak sebesar seperti yang ada di Stasiun Gilingan. Stasiun Karbonatasi difungsikan sebagai art and craft gallery. Anda bisa membeli aneka kerajinan dan batik di sini.
            Selain tiga stasiun itu,  di bangunan pabrik itu juga terdapat stasiun sarkara, dan stasiun masakan. Saat ini, dua stasiun terakhir itu telah disulap menjadi concert hall dan ruang multifungsi lengkap dengan restoran dan cafe. Apabila lapar atau haus, tersedia juga sejumlah pilihan kafe dan rumah makan di dalam De Tjolomadoe. Beberapa di antaranya adalah Tjolo Koffie dan Besali Cafe.
            Pihak pengelola memang cukup pandai membagi beberapa ruangan sesuai dengan proses pengolahan tebu menjadi gula sesuai stasiunnya. Menggunakan penanda bertuliskan besar yang digantung di langit-langit, tertulis Stasiun Gilingan, Penguapan, Karbonatasi dan Ketelan mempermudah pengunjung memahami fungsi mesin ataupun alat yang ada di sana.  Walau sudah tidak utuh dan 'hidup' sebagaimana di masa lalu, sejumlah bekas ketel uap dan mesin giling itu telah diberi sentuhan baru lewat cat. Adapun jika pengunjung masih menjumpai karat di gigi mesin, ini menjadi bukti ketangguhannya dulu.
            Selain sebagai objek wisata, De Tjolomadoe juga difungsikan sebagai tempat kegiatan MICE (meetings, incentives, conferencing, exhibitions). De Tjolomado memiliki concert hall dengan kapasitas 3.000 orang serta ruang pertemuan dan pameran berkapasitas 1.000 orang. Tak hanya venue indoor,  De Tjolomadoe juga menyisakan ruang outdoor yang luas.  Bagian depan gedung tersedia lokasi parkir, taman, dan arena pertunjukkan yang mampu menampung 6000 orang, dan ratusan kendaraan.
            Ya,  De Tjolomadoe bangkit membawa napas baru.  Dengan wajah sebagai wahana wisata kekinian, sejatinya, De Tjolomadoe cukup asyik dan representatif untuk dijadikan tempat berkumpul bersama orang-orang tercinta. Menikmati taman, berkeliling museum ataupun nongkrong makan dan minum di  kafe-kafenya yang unik. Namun, akan lebih menggigit jika para pengunjung dibuat lebih mengerti bagaimana bernilainya ke dua bangunan  ini dilihat dari sisi historisnya. Pihak pengelola bisa menyediakan tour guide yang bisa menerangkan tentang sejarah dan apa yang ada di dalam De Tjolomadoe.

The Sands Sky Park Singapura


Meneropong Singapura  dari  ‘’Taman Langit’’

            Tak hanya Gardens by The Bay, di sekitar Marina Bay Sands terdapat beberapa tempat  yang asyik untuk dikunjungi. Salah satunya The Sands SkyPark. Di sini Anda bukan saja bisa menikmati keindahan panorama Singapura tetapi juga merasakan teknologi dan arsitektur modern  yang menawan. 


The Sands SkyPark merupakan karya struktural yang unik, dirancang oleh arsitek visioner Moshe Safdie, membentang di atas tiga tower hotel Marina Bay Sands dengan tinggi 200 meter.
Panjangnya sedikit lebih tinggi dari tinggi menara Eiffel atau sekitar empat setengah kali ukuran A380 Jumbo Jets, dengan luas 12.400 meter persegi. SkyPark Sands dapat menampung hingga 3.900 orang.
            Skypark Observation Deck terdiri dari hotel dan tempat terbuka untuk melihat seluruh view Singapura dari lantai 57 menjadi tujuan wisatawan datang ke sini. Ada juga Skypark Invinity Pool, kolam renang di atas atap yang terbesar di dunia. Tiket masuk ke Skypard Observation Deck tidak termasuk untuk masuk ke Invinity Poolnya. Jika Anda menginap di Hotel Marina Bay Sands, gratis masuk ke kolam renang yang viewnya menatap seluruh Singapura ini. Pemandangan dari kantilever (Skypark Observation Deck) memang sangat luar biasa. Dengan luas 1,2 hektar dengan bentangan yang lebih jauh dari menara Eiffel dan ketinggiannya mampu melihat seluruh view Singapura 360 derajat tanpa halangan. Terlihat panorama teluk Marina, gedung-gedung pencakar langit dan gedung-gedung arsitektur, Super Tree Grove, terlihat juga Gardens By The Bay dari atas. Mayoritas turis mancanegara ada di situ.


            Bagaikan ‘surga’ di atas langit, Sands SkyPark dilengkapi dengan taman-taman indah yang merupakan rumah bagi 250 jenis pohon dan 650 jenis tanaman.  Untuk bisa bersantai dan menikmati view Singapura 360 derajat, Anda harus merogoh kocek  tiket  untuk dewasa S $ 20 dan untuk anak-anak usia 2-12 tahun harga ticketnya S $ 14. Sedangkan harga ticket untuk warga lanjut usia S $ 17.
            Cara mencapai Sands SkyPArk bisa melalui Padang dan Old Supreme Court. Jika naik bis # 960, bisa melalui depan Blok 127 Jalan Pending, kemudian turun di Pan Pacific Hotel sekitar Marina Square. Ongkos menggunakan CEPAS (ez-link) card S $1.41 atau bayar tunai S $1.70. Waktu tempuh 45 menit. Jika melalui Padang dan Old Supreme Court, akan melewati Esplanade Bridge dan Esplanade (gedung beratap seperti kulit duren).





Rabu, 01 Agustus 2018

Gardens by The Bay


Mengeksplorasi Keindahan Taman Futuristik





SINGAPURA, negara ini memang tidak luas. Namun, di sini, wisatawan banyak menemukan tempat menarik. Salah satunya destinasi wisata holtikultura,  Gardens By The Bay, berlokasi di kawasan Marina Bay, atau sekitar lima menit perjalanan dari pusat kota. Anda jangan berharap melihat kebun raya alami seperti yang ada di Bogor. Namun, percayalah, Garden By The Bay yang merupakan zona hijau dan ikon Singapura ini menawarkan nuansa taman futuristik yang membuat Anda betah berlama-lama. Bahkan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyempatkan berkunjung ke sini pada Senin, 11 Juni 2018 malam saat melakukan kunjungan ke Singapura.


            Semula Garden By The Bay yang dibuka pada Juni 2012 ini merupakan proyek dari Dewan Taman Nasional Singapura. Tetapi dalam  perjalanannya menjadi sebuah organisasi yang berdiri sendiri yang bertanggung jawab untuk mengembangkan taman ini menjadi objek wisata utama di Singapura. Garden By The Bay juga telah mendapatkan banyak penghargaan, termasuk di antaranya Guinnes World Record untuk “Rumah Kaca Terbesar, Design of the Year, Award for Outstanding Achievement, International Architectural Awards dan masih banyak lainnya.
            Jika ingin berkunjung ke sini, Anda bisa naik MRT jalur kuning, turun di stasiun Bayfront (CE1) dan keluar melalui Exit B, di mana Anda akan keluar di area Dragonfly & Kingfisher Lake. Atau naik MRT jalur merah, turun di stasiun Marina Bay (NS27), keluar di Exit A dan lanjutkan dengan naik bus No. 400 (4 pemberhentian), turun di Marina Gardens Drive.
            Begitu Anda tiba di area Marina Bay, maka akan menemukan pemandangan yang luar biasa, pohon-pohon baja raksasa, yang tingginya setara dengan gedung berlantai 16 di area Supertree Grove . Pohon-pohon ini terletak di daerah selatan (Bay South) dan disebut sebagai pohon solar karena dirancang untuk bisa mengumpulkan air hujan dan energi solar dari matahari, yang kemudian digunakan untuk konservasi lingkungan. Jika hanya datang untuk berfoto di area ini, tidak dipungut biaya. Namun, jika ingin naik ke jembatan (OCBC Skyway) di antara ‘pohon-pohon’ Supertree tersebut, Anda harus membayar tiket.


            Jika Anda datang dari arah Marina Bay Sands, Anda bisa menemukan Dragonfly & Kingfisher Lake, danau yang berada di bagian depan Gardens By The Bay. Di kolam ini terdapat instalasi seni, di antaranya berupa patung capung (dragonfly). Kolam ini juga berfungsi sebagai filter alami untuk membersihkan air dari waduk Marina (Marina reservoir). Di sepanjang sisi danau terdapat boardwalk,  jalanan yang terbuat dari papan kayu sepanjang 440 meter, di mana Anda dapat menyusurinya sambil menikmati pemandangan sekitar dan memanfaatkannya untuk spot berfoto.

Konservasi, Edukasi

            Garden by the Bay sendiri merupakan taman dengan luas sekitar 101.171 hektar.  Lahan tersebut berdiri di atas pulau hasil reklamasi dan terbagi menjadi tiga bagian utama, Central, Bay South, dan juga Bay East. Taman ini memiliki koleksi lebih dari 50 ribu tanaman langka. Sebagian dari koleksi tanaman langka ini ditempatkan dalam sebuah dome atau rumah kaca raksasa dengan arsitektur rumit dan memukau yang berbentuk kerang. Konsep display dari tanaman-tanaman tersebut dibuat dengan sangat kreatif sehingga kebun ini jauh dari membosankan. Bukan hanya tidak membosankan tapi malah membuat pengunjung berdecak kagum. Edukatif, menarik dan juga canggih!



            Taman wisata yang sangat futuristik ini dibuka sejak tahun 2012 dan sampai saat ini memiliki kurang lebih 12 zona atraksi, yaitu Flower Dome, Cloud Florest, OCBC Skyway, Supertree Groove, Far East Organization Children’s Garden, Bay East Garden, Dragonfly & Kingfisher Lakes, Heritage Garden, World of Plants, The Canton, Sun Pavilon dan juga Art Sculptures. Namun,  area Cloud Forest dan Flower Dome menjadi tempat wisata utama Garden By The Bay dan paling banyak dikunjungi wisatawan.



            Saat berada di area Cloud Forest,  begitu masuk ke kubah,  Anda akan disambut oleh hembusan hawa dingin yang datang dari arah air terjun buatan (The Fall). Jangan Anda bandingkan dengan air terjun alami yang ada di Indonesia. Karena air terjun setinggi 35 meter ini berada di dalam gedung bertingkat. Namun, meski merupakan air terjun buatan, secara umum, sudah mewakili gambaran air terjun sesungguhnya. The Fall sendiri dinobatkan sebagai World Tallest Indoor Waterfall.
Pengunjung bisa menjelajahi masing-masing lantai dan jalan di jembatan yang menggantung tinggi. Yang paling seru, pada jam-jam tertentu, kubah ini diberi efek kabut sehingga seolah-olah Anda sedang berada di hutan yang penuh kabut. Di sini, Anda akan bisa melihat dan mendapatkan informasi tentang kehidupan tanaman dari dataran tinggi tropis 2.000 meter di atas permukaan laut.
Selain The Fall yang menjadi favorit pengunjung, ada banyak lagi yang bisa Anda kunjungi untuk menambah wawasan, seperti, Theater +5 Degrees yang memberikan pengalaman virtual. Ruangan ini memiliki temperatur suhu udara yang mewakili suhu udara di planet bumi. Ada juga Earth Check, di sini Anda bisa belajar mengenai Biologi dan Geologi, yang membahas tentang efek cuaca pada bumi di masa depan. Ada juga area Crystal Mountain, tempat belajar berbagai macam stalagmit dan stalagtit batu kristal, dan yang tak kalah menarik adalah Lost World yang menghadirkan tanaman dan tumbuhan yang hidup di atas gunung di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.




Puas berkeliling Cloud Forest, Anda bisa bergeser ke Flower Dome. Di area ini suhu lebih kering namun tetap sejuk. Ada sekitar 30.000 jenis bunga dari 150 spesies yang diambil dari seluruh dunia. Flower Dome merupakan tempat untuk konservatori tanaman-tanaman dari daerah Mediterania dan negara-negara yang memiliki curah hujan cenderung rendah.
            Flower Dome ini ditata dengan indah dan selalu berganti-ganti tema, tergantung musim misalnya Imlek, Tahun Baru, musim semi dan sebagainya. Meski berganti-ganti tema,  namun penghuni utama di kubah ini adalah pohon Baobab raksasa yang membuat pengunjung takjub. Bunga-bunganya ditata sedemikian rupa sehingga menghasilkan kombinasi warna yang  sangat cantik bila dilihat dari lantai atas. Ada banyak bunga yang mewakili negara Asia yang tumbuh di taman ini, seperti: Sun Flower, Chrysanthemum, Dahlia, Orchid dan lain-lain. 
            Salah satu sisi yang menarik di Flower Dome adalah Asian Tales  di mana bunga dan taman dibentuk  menyerupai lukisan pemandangan di negeri Tiongkok, di dominasi dengan kembang berwarna merah, orange, kuning dan ungu. Selain hamparan bunga-bunga ada hiasan dan ornamen-ornamen Tiongkok, seperti lampion merah yang di gantung dan tumbuhan-tumbuhan merambat.
            Bunga Tulip yang biasanya ada di Belanda, juga ada di sini. Bunga tulip ini ditata dengan visualisasi yang spektakuler, terinspirasi dari seniman ternama Vincent Van Gogh dan lukisan-lukisannya. Taman Tulip di sini tidak kalah indahnya dengan yang di Belanda, menghadirkan lebih dari 100 varietas bunga Tulip yang beragam, temasuk Tulip Hibrida Darwin.
            Dan yang terpenting di Flower Dome terdapat berbagai jenis anggrek yang menjadi lambang nasional bagi negara Singapura Bunga Orchid (Anggrek) dikenal sebagai keluarga botani paling beragam di dunia, anggrek tumbuh di hampir setiap benua dan bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Masih banyak lagi ragam taman yang bisa Anda kunjungi di Flower Dome, seperti Flight of Fancy, Mid-Autumn festival, Mediteranian Garden dan sebagainya.
Ini dia bunga yang menjadi lambang nasional bagi negara Singapore. Bunga Orchid (Anggrek) dikenal sebagai keluarga botani paling beragam di dunia, anggrek tumbuh di hampir setiap benua dan bervariasi dalam ukuran dan bentuk.
            Untuk melihat koleksi tanaman di sini, tiket masuk yang harus Anda bayar adalah sebesar S$28 untuk dewasa dan S$15 untuk anak-anak, sudah termasuk tiket masuk ke area Cloud Forest.


‘’Pohon’’ Raksasa

            Selain di Cloud Forest dan Flower Dome, Anda bisa menikmati tanaman-taman yang display tanaman dibuat secara vertikal sehingga menyerupai pohon raksasa. Jika malam hari lampu-lampu di pohon tersebut akan menyala sehingga menampilkan warna yang sangat kontras dengan langit gelap di atasnya. Kesannya benar-benar seperti di dunia Avatar yang dihiasi warna biru menyala.
            Jika ingin mendapatkan pengalaman seru, sila naik ke salah satu Supertree menggunakan lift. Anda akan menemukan jembatan yang menghubungan pohon tersebut dengan pohon yang lain, atau disebut juga dengan nama OCBC Skyway. Sewaktu jalan, Anda bisa mengamati jika jembatannya digantung ke ‘ranting-ranting’ pohon di sekitarnya. Karena itulah saat banyak orang berada di atas jembatan ini makan akan terasa goyangan yang cukup kencang. Tapi jangan takut karena keamanannya terjaga.  Dari atas jembatan ini, Anda  bisa melihat menyaksikan pemandangan indah seputar taman raksasa ini, hotel Marina Bay Sands dan sebagian dari kota Singapura. Anda bisa naik ke atas selama jam operasional dari pukul 09.00- 21.00 waktu Singapura. Untuk menebus semua pengalaman indah tersebut, pengunjung harus membayar tiket OCBC Skyway, dewasa S$8 dan anak-anak umur 3-12 tahun sebesar S$5.
            Meskipun beberapa highlight dari Garden By The Bay merupakan tempat-tempat berbayar, namun masih banyak yang bisa dinikmati secara gratis oleh pengunjung umum. Beberapa di antaranya, Light  and Sound Show: pertunjukan musik dan cahaya di area Supertree di mana pohon-pohon raksasa yang dipasangi lampu tersebut menampilkan pertunjukan cahaya dengan diiringi lagu-lagu. Setiap malam pertunjukan ini diadakan 2 kali, yaitu pukul 19:45 dan 20:45. Cari saja angle yang paling bagus untuk bisa menikmati pertunjukkan ini. Karena areanya cukup luas, sehingga pengunjung tidak harus berdesak-desakan.
            Sementara itu, di area Far East Organization Children’s Garden ada banyak permainan untuk anak-anak seperti treehouse, suspension bridge, spider nest dan yang paling seru ada area main air. Bentuknya berupa pancuran air dengan berbagai bentuk dan anak-anak bisa lari-lari kejar-kejaran sambil basah-basahan.

Rabu, 18 April 2018

Lobang Jepang Bukittinggi


Misteri Lobang Jepang Bukittinggi



            Dari Taman Jam Gadang, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Lobang Jepang. Masyarakat Sumatera Barat menyebut gua dengan nama lobang. Di bawah permukaan Kota Bukittinggi terbentang terowongan yang dibangun Jepang dengan panjang enam kilometer. Itulah mengapa  bangunan di Bukittinggi tak ada yang tinggi karena ditakutkan jika dibangun terlalu tinggi, pondasi bangunan akan bertemu dengan Lobang Jepang dan ambruk.
            Lobang Jepang ini merupakan salah satu lubang yang terpanjang di Asia mencapai lebih dari 6 kilometer dan beberapa tembus di sekitar kawasan Ngarai Sianok, Jam gadang yang terletak di samping Istana Bung Hatta, dan juga di Benteng Fort De Kock yang masuk di wilayah Kebun Binatang Bukittinggi.


            Saat ditemukan pertama kali pada awal tahun 1950, pintu Lobang Jepang hanya 20 cm dengan kedalaman 64 meter. Lalu setelah dikelola dan dibuka secara umum oleh pemerintahan setempat pada tahun 1984, mulut lubang tersebut dibuat lebih nyaman untuk dilalui. Sayangnya dinding telah ditutup semen dan di bagian dalam juga banyak divariasikan untuk memasang panel listrik sehingga kehilangan bentuk aslinya.  Lobang Jepang saat ini dibuka untuk umum sebagai tempat wisata, dengan total panjang 1,5 kilometer yang dapat dijelajah wisatawan. Selebihnya ditutup pemerintah setempat.
            Pintu masuk Lobang Jepang berada di Taman Panorama yang memiliki pemandangan Ngarai Sianok. Biasanya wisatawan akan ditemani pemandu yang akan menarik biaya sekitar Rp 60.000 dan akan keluar melalui lubang di ujung lain. Namun jika Anda tidak ditemani oleh pemandu, biasanya Anda perlu memberikan sedikit tips kepada mereka untuk membuka jika tidak ingin kembali ke pintu masuk dan melewati tangga yang mencapai 132 anak tangga.




            Konon saat pembangunan Lobang Jepang tak ada masyarakat Bukittinggi yang tahu.  Pembangunan gua ini berlangsung selama kurang lebih tiga tahun, dari tahun 1944. Konon pembangunannya memang dirahasiakan oleh Jepang dan dilakukan di malam hari. Para pekerja paksa Lobang Jepang rata-rata adalah pekerja paksa dari daerah Jawa. Ini dilakukan agar para pekerja tak bisa kabur karena tak tahu medan setempat.




            Ada 21 lorong di Lobang Jepang yang dahulu memiliki banyak fungsi, seperti barak tentara, ruang sidang, kamar komando, pintu penyergapan, pintu pelarian, sampai dapur pembantaian. Lobang tersebut dibuat atas instruksi Letjen Moritake Tanabe Panglima Divisi ke 25 Angkatan Darat Balatentara Jepang. Lubang perlindungan tersebut, konon mampu menahan letusan bom seberat 500 kg. ****

Jam Gadang Bukittinggi


Jam Gadang, Kembaran Jam Big Ben?




            Dari rumah masa kecil Bung Hatta, Anda bisa melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi ikonik Kota Bukittinggi, yaitu Taman Jam Gadang di pusat Kota Bukittinggi.  Taman tempat berdirinya  Jam Gadang ini sebenarnya bernama Taman Sabai Nan Aluih yang berada di antara Pasa Ateh dan Istana Bung Hatta yang terletak di atas Bukit Kandang Kabau.
            Berada persis di tengah kota, Jam Gadang merupakan bangunan semacam tugu dengan tinggi 26 meter yang denah bangunan dasar berukuran 13x4 meter berdesain khas Eropa, zaman kolonial.  Tugu yang berpucuk bulatan jam berdiameter 80 sentimeter dengan dasar putih dan jarum jam klasik warna hitam ini, unik, karena angka jamnya berhuruf Romawi, tetapi penunjuk angka empatnya tertulis “IIII”, bukan “IV”. Masih misteri kenapa angka itu ditulis demikian, dan tak ada pula yang ingin mengubahnya. Sepertinya, biarlah itu jadi ciri khasnya.
Beberapa tulisan sejarah mencatat tugu Jam Gadang dibangun tahun 1926 setelah Ratu Belanda menghadiahi mesin jam ini kepada Controleur  atau Sekretaris Kota Bukittinggi waktu itu, Rook Maker. Dua orang arsitek setempat, Yazin dan Sutan Gigi Ameh menyelesaikan tugu yang pembangunannya menghabiskan dana 3.000 Gulden itu. Pembuat mesin jam ini justru bukan orang Belanda, tetapi orang Amerika.


            Bentuk atap tugu Jam Gadang telah mengalami tiga perubahan. Pada zaman Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan di atasnya. Pada waktu Jepang berkuasa, atapnya diganti berbentuk seperti rumah-rumah Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, bentuk atapnya diubah menjadi bergonjong empat seperti atap rumah adat Minangkabau dan bermotif pucuk rebung. Bentuk yang dipertahankan sampai saat ini.
            Satu lagi cerita yang hanya dibicarakan dari mulut ke mulut, bahwa mesin jam yang dibuat  Vortmann Relinghausen hanya 2 di dunia. Yaitu Jam Gadang, dan  kembarannya adalah menara jam Big Ben, ikon ibukota Inggris, London. Dulu, wisatawan seringkali naik ke menaranya, namun kini hanya mereka yang telah minta izin tertulis, bisa naik dan memandang keindahan kota Bukittinggi dari atasnya. Mungkin mempertimbangkan bangunan ini sudah berumur tua.  Dari puncak menara Anda dapat menikmati dan menyaksikan betapa indahnya alam di sekitar kota Bukittinggi yang dihiasi Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Sago dan Ngarai Sianok. Waktu kebakaran besar di Pasar Ateh beberapa puluh tahun lalu, polisi Bukittinggi naik ke atas menara Jam Gadang untuk memantau keadaan dan mencari asal api.
            Setiap bulan Ramadan, dari Jam Gadang  terdengar suara sirine penanda waktu berbuka puasa. Sekarang, di pelataran Jam Gadang ada pertunjukan berbagai tari dan kesenian khas Minang setiap malam Minggu. Lengkaplah sudah keramaian seputar Jam Gadang.Satu lagi sasaran kegemaran wisatawan di sini adalah naik Bendi, kereta berkuda yang dikemudikan sais. Sangat menyenangkan naik Bendi melihat atau menuju tempat wisata lain di sekitarnya seperti Lobang Jepang, Benteng Fort de Kock, Panorama Ngarai Sianok atau Rumah Kelahiran Proklamator Hatta. Berapa tarifnya? Kalau Anda bisa berbahasa Minang, Anda akan segera diberi tarif  lokal Rp.20.000. Tetapi kalau di musim liburan ditambah kita berbahasa Indonesia, maka tarifnya bisa sampai Rp.50.000.

Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi


Mengunjungi Kamar Bujang Bung Hatta



            Setelah melihat keindahan alam Ngarai Sianok, Anda bisa melanjutkan berwisata sejarah dengan mengunjungi Rumah Kelahiran Bung Hatta yang berada di Jalan Soekarno-Hatta No. 37. Sesuai namanya, rumah ini merupakan tempat di mana Bung Hatta dahulu dilahirkan dan tinggal di sana sampai berusia 11 tahun. Pada usia itu beliau pergi ke Padang guna meneruskan pendidikan di Meer Uitgebred Lager Onderwijs (MULO). Bung Hatta tinggal di rumah kelahirannya dari tahun 1902-1913, bersama ibu, kakek, nenek dan pamannya. Rumah Kelahiran Bung Hatta ini memang rumah milik sang nenek. Karena itu di sana ada kamar Mamak Idris, ada kamar bujang, ruang baca, serta perabotan rumah yang kebanyakan asli. 
          Tampak depan Rumah Kelahiran Bung Hatta terlihat cukup asri. Griya dua lantai  ini sebagian besar materialnya berupa bilah-bilah papan kayu. Sebagian dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang kuat. Sebuah papan memberitahu pengunjung bahwa rumah ini dari Senin s/d Minggu, mulai pukul 08.00 pagi. Pemugaran rumah diprakarsai oleh Azwar Anas dan pemda setempat, dimulai pada awal 1995 dan diresmikan pada 12 Agustus 1995, bertepatan dengan hari lahir Bung Hatta.
            Setelah mengisi buku tamu, Anda bisa masuk ke ruang utama. Di dalam rumah terdapat cukup banyak dokumentasi foto yang ditempel pada dinding ruangan. Ada foto Syekh Djamil Djambek, guru agama Bung Hatta. Beberapa benda peninggalan keluarga juga disimpan di rumah ini, seperti mesin jahit tua milik sang  nenek.  Perabotan kayu Rumah Kelahiran Bung Hatta dibuat dari kayu surian (sejenis kayu jati) semuanya masih asli, demikian juga lampu dan karpet. Hanya tikar yang telah diganti baru, namun, disamakan  jenis dan bentuk aslinya.


            Dari pintu depan rumah, di sebelah kiri ruang tamu, Anda bisa melihat sebuah kamar yang berisi satu buah dipan dan meja. Inilah kamar bujang Bung Hatta. Kamar ini menghadap ke halaman dan jalan. Sementara Bung Hatta sendiri dilahirkan pada 12 Agustus 1902 di sebuah kamar di lantai 2. Si Bung, putradari pasangan H. Muhammad Djamil dan Saleha ini merupakan keturunan kedua dari Syech Adurrachman, atau Syech Batuhampar. Di dalam Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi ada pula dipasang bagan silsilah keluarga, baik dari pihak Ibu maupun pihak ayah Bung Hatta.



            Pada sebuah bagian dinding terlihat dokumentasi foto saat Bung Hatta masih berumur 10 tahun dan sedang duduk di atas bendi ditemani seorang kusir. Mereka masih berada di depan rumah sang nenek, siap untuk berangkat ke sekolah. Koleksi lain adalah sebuah ceret peninggalan neneknya yang disimpan di meja dekat dapur. Tutup ceret antik ini telah lama hilang.
            Koleksi menarik lainnya di rumah ini adalah bugi atau sejenis bendi yang dahulu sering digunakan Bung Hatta untuk pergi berangkat ke sekolah sewaktu kecil. Bugi itu disimpan di bagian belakang rumah, di dekat istal kuda yang kini sudah kosong. Jika tidak naik bendi dengan diantar kusir, Beliau biasanya naik sepeda untuk pergi menuju ke sekolah.


Ada sebuah sumur lama yang lubangnya telah ditutup dengan papan. Aslinya sumur ini berada di belakang rumah, dekat dapur. Sewaktu renovasi, bangunan ini dimundurkan, sehingga sumurnya berada di dalam rumah. Umur sumur ini lebih tua dari rumah yang pertama kali dibuat pada 1860. 
            Penampakan bagian belakang Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi dengan dinding yang dilapis dengan anyaman bambu sangat rapi. Beranda luar di bagian atas belakang menjadi tempat tanaman gantung yang mempersegar suasana rumah. Di belakang rumah itu terdapat Lumbung Padi Aminah, dam lumbung Saleh yang adalah paman Bung Hatta. Di depan lumbung padi terdapat lesung batu untuk menumbuk gabah.


            Di ruangan lantai dua Rumah Kelahiran Bung Hatta Bukittinggi terdapat beberapa lampu gantung antik yang elok. Di lantai itu juga terdapat kamar Pak Gaek yang adalah kakek Bung Hatta, selain kamar di mana Bung Hatta dilahirkan, serta meja makan keluarga yang masih asli. Lukisan foto bung Hatta dalam ukuran besar dengan wajah tersenyum tampak menempel pada dinding di ujung ruangan.