Selasa, 27 Desember 2016

3 Cara Menuju Odaiba

Bisa Dicapai Dengan Jalan Kaki


Ada tiga cara menuju Odaiba, meski naik Yurikamone paling mengasyikkan, namun dua cara lainnya tak kalah menantang.

* Naik Yurikamome
Yurikamome adalah kereta otomatis dengan ban karet, yang melewati jalur kereta di ketinggian. Menghubungkan stasiun JR Shimbasi dan Stasiun Daiba, kereta berangkat setiap beberapa menit dengan waktu tempuh sekitar 15 menit untuk menuju Odaiba. Asiknya, naik Yurikamome ini ketika melewati Rainbow Bridge dan mendekati Odaiba, akan terlihat pemandangan cantik pelabuhan dan pantai Tokyo. Usahakan duduk di bagian depan kereta untuk mendapatkan pemandangan yang sempurna. Naik Yurikamone merupakan cara pergi ke Odaiba paling menyenangkan.




* Dengan Perahu
Ada perahu Tokyo Water Bus yang beroperasi antara Odaiba Seaside Park dan Hinode Pier. Jarak tempuhnya sekitar 20 menit dan harganya 480 Yen, satu sampai dua kapal per jamnya. Ada juga perahu yang menghubungkan Asakusa dan Odaiba secara langsung namun lebih jarang. Dari Asakusa memerlukan waktu 50 menit dengan harga tiket 1560 Yen.




* Dengan Jalan Kaki

Cara ini mungkin melelahkan, tetapi ini adalah cara yang terbaik jika ingini menikmati sensasi menyeberang Rainbow Bridge dengan jalan kaki. Dengan jalan kaki bisa menikmati pemandangan cantik Odaiba dan Tokyo dengan puas. Hanya memerlukan waktu sekitar 30-45 menit untuk menyeberang ke Odaiba dengan berjalan kaki. Jalan kaki bisa dimulai dari jalur pejalan kaki di dekat Stasiun Shibaura-futo. Perlu diingat, jalur pejalan kaki hanya dibuka pada jam – jam tertentu seperti jam 09:00 – 21:00 pada bulan April hingga Oktober. Jam 10:00 – 18:00 pada bulan November hingga Maret. Pada kondisi cuaca buruk, jembatan akan ditutup untuk pejalan kaki.

Odaiba-Pulau Buatan Semi Futuristik di Jepang

Berburu Gundam Raksasa Hingga Patung Liberty di Odaiba




SAAT berwisata ke Jepang, Anda wajib mengunjungi Odaiba, pulau artifisial (buatan) terbesar. Odaiba yang dijuluki pulau paling romantis dan termodern di Jepang ini terletak di distrik Minato-ku, tak jauh dari pelabuhan Tokyo atau Tokyo Bay.  Saat ini, Odaiba terus menggeliat menyambut perhelatan Olimpiade 2020 yang akan digelar di Tokyo. Tempat ini akan menjadi sentral pertandingan olahraga dan penginapan atlet Olimpiade.
            Sebelum menjelajah, ada baiknya mengetahui sejarah tempat ini. Odaiba dulu sebenarnya adalah sebuah pulau buatan yang tak seberapa besar yang difungsikan sebagai benteng pertahanan militer untuk mempertahankan Tokyo dari kemungkinan serangan yang berasal dari laut. Namun, beberapa waktu kemudian, hingga sekarang, beberapa pulau kecil mulai digabungkan dengan cara reklamasi kemudian dibangun secara besar besaran, yang ditujukan sebagai pusat kawasan bisnis. Yang unik, sebagai pulau buatan, Odaiba konon memiliki pondasi dari urukan sampah dan campuran tanah. 
            Perkembangan pesat terjadi pada tahun 1990-an. Ketika beberapa hotel dan pusat perbelanjaan mulai buka di sini. Terlebih ketika jalur kereta (monorel) Yurikamome mulai dibuka, Odaiba tumbuh menjadi kota pelabuhan, pusat perkantoran, tempat belanja, dan tempat jalan-jalan yang memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan. Akses jalan yang sangat ramah untuk pejalan kaki menjadikan kawasan ini cocok dijadikan tempat hang out. Ada banyak objek wisata yang bisa dinikmati secara gratis di sini.






            Kawasan Odaiba juga bisa disebut sebagai lokasi duplikat. Di sini Anda akan menemukan Rainbow Bridge (Jembatan Pelangi) yang dibangun memiliki ciri khas yang mirip seperti Golden Gate milik negeri Paman Sam. Rainbow Bridge sendiri merupakan penghubung antara Odaiba dengan daratan Tokyo. Dan, bukan Jepang namanya jika tak mampu menciptakan sesuatu yang fantastik. Di sepanjang jalur Jembatan Pelangi  terdapat fasilitas jalan tol, jalur kereta api, jalan biasa, hingga trotoar bagi pejalan kaki. Dari kehebatan multifungsi dan arsitekturalnya, Jembatan Pelangi ini kemudian didaulat menjadi landmark bagi Odaiba. Jika  ingin melihat patung Statue of  Liberty seperti  yang ada di Amerika, Anda bisa melihat replikanya di sini. Ukuran patung lebih kecil dari aslinya.





Lansekap Semi Futuristik


            Agar bisa optimal mengelilingi area Odaiba, sebaiknya Anda berada di kawasan ini dari pagi hingga malam hari agar bisa melihat cahaya berpendar dari lampu warna-warni di Rainbow Bridge. Beberapa destinasi wisata di Jepang tutup pada hari Senin, jadi pastikan Anda mengetahui jadwal buka dan tutup tempat tujuan wisata yang akan Anda kunjungi. 



            Salah satu tujuan yang wajib Anda jelajahi adalah Fuji Terebi atau gedung Fuji TV. Anda akan dibuat takjub melihat berbagai program TV Fuji yang sedang berlangsung dari monitor-monitor TV yang tersedia. Ya, tak seperti kawasan studio pertelevisian di Indonesia yang selalu dijaga ketat di setiap lantai atau bahkan terkadang ada larangan untuk berfoto, gedung Fuji TV ini, di beberapa lantai terbuka untuk umum, Anda bisa berfoto dan menikmati kehebatan teknologi dari stasiun TV paling tersohor di Jepang. Toko suvenir hingga pusat perbelanjaan pun nampak menjamur di sekitar kawasan gedung Fuji TV.
            Spot penting lain yang tak boleh terlewatkan adalah Palette Town, pusat hiburan kota Odaiba yang memiliki desain arsitektur yang mirip dengan gedung-gedung di Eropa abad 18.  Resto, mal dengan desainer khusus Italia dan Eropa, Venus Fort, hingga gedung utama milik Toyota yang sering menjadi ajang pameran mobil, Mega Web, dan  Ferris Wheel, ada di sini. Ferris Wheel yang terletak di mal Palette Town ini merupakan salah satu bianglala yang terbesar di Tokyo, waktu putarnya sekitar 15 menit. Dari atas bianglala, Anda bisa melihat pemandangan indah Odaiba. Untuk menaiki Ferris Wheel ini, Anda harus membayar sekitar 920 Yen, Anda bisa memilih tipe kabin biasa dengan warna-warni menarik atau all-glass type yang tembus pandang sehingga Anda bisa leluasa melihat lansekap semi futuristik di bawah kaki.
            Bagi penggemar mobil, Anda bisa mampir ke  History Garage. Di sini banyak terdapat koleksi  mobil antik berbagai merek.  Selain mobil asli, juga dipamerkan miniatur  mobil. Selain itu, Anda juga bisa mampir ke  Mega Web Toyota City Show Case.  Selain bisa melihat pameran mobil, Anda bisa mencoba berbagai macam simulator  dan pertunjukkan Mega Theater.



            Tak jauh dari Palette Town, ada Diver City Tokyo Plaza. Tepat di depan mal terdapat patung raksasa Mobile Suit Gundam dengan tipe robot RX-78-2 setinggi 18 meter. Patung yang berada di Gundam Front ini dikelola oleh Bandai Co. Tak heran banyak anak-anak yang berjalan-jalan di sekitar sini untuk sekadar melihat dan berfoto-foto dengan Gundam.  Di kawasan ini, penggemar anime Gundam bisa membeli figure character Gundam yang dijual di Gundam Front dan Gundam Cafe. Anda bisa menghemat banyak uang dengan mendapatkan harga robot mainan ini. Tidak hanya figure character, baik di Gundam Front atau Gundam Cafe, Anda dapat menemukan beragam merchandise Gundam lainnya di sini. Jika lelah berkeliling Diver City, Anda bisa menghapus dahaga dan rasa lapar dengan mampir ke foodcourt yang letaknya ada di Diver City Lantai 1. Siapkan dana sekitar 600-1000 Yen per orang untuk membeli makanan di Foodcourt Diver City ini.
            Puas berkeliling mal, Anda bisa bersantai menikmati laut dan hamparan kota Tokyo serta lansekap-lansekap di depan Decks Tokyo Beachside Mall.  Anda juga bisa bersantai di Taman Odaiba yang menyuguhkan pemandangan  indah dengan latar belakang Rainbow Bridge, pemandangan Teluk Tokyo dan beberapa perahu wisata yang berlalu lalang. Di taman ini  juga terdapat sebuah pantai buatan, dan tak jauh dari pantai buatan ini terdapat replika patung Liberty
            Di Decks Mall sendiri ada banyak toko, restoran hingga berbagai taman hiburan. seperti Joypolis Tokyo,  Legoland Discovery Center, museum lilin Madam Tussauds dan museum trik art. Jika Anda berada  di Odaiba hingga malam hari, jangan lupa menikmati dinner di pasar malam di gang Odaiba Icchome Shotengai. Kita bisa menemukan kios-kios unik ala tahun 1950-an atau showa dengan papan nama tua  dengan lantunan lagu-lagu lawas khas Jepang. Selain menikmati kuliner, Anda sekaligus bisa  merasakan budaya Jepang zaman dulu. Di samping Odaiba Icchome Shotengai ada  Takoyaki Museum dan kios-kios yang menjual beragam takoyaki aneka rasa. Odaiba Icchome Shotengai sendiri terletak di lantai 4 Odaiba Decks yang buka mulai pukul 11.00 hingga 21.00 Waktu Tokyo.


Selasa, 14 Juni 2016

Napak Tilas Pertemuan Rangga dan Cinta

Napak Tilas Pertemuan Cinta dan Rangga





UNTUK mengisi libur lebaran tahun ini, bagi Anda yang berniat melakukan wisata ke Magelang dan Yogya, Anda bisa  mencoba ‘’napak tilas’’ tempat wisata yang dikunjungi Cinta dan Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta 2?. Dalam film tersebut, dikisahkan Cinta dan Rangga berpetualang seharian penuh dengan mengunjungi  beberapa lokasi, di antaranya Punthuk Setumbu, Rumah Doa Bukit Rhema, Candi Ratu Boko, hingga nongkrong di Klinik Kopi dan menonton pertunjukan wayang boneka, Papermoon Puppet Show.
            Salah satu tempat misterius yang dikunjungi Cinta dan Rangga adalah Punthuk Setumbu, sebuah bukit setinggi kurang lebih 400 meter dpl yang terletak di gugusan pegunungan Menoreh, Dusun Kerahan, Desa Karangrejo, Borobudur, Magelang. Bukit ini dari Yogyakarta dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Dulunya tempat ini merupakan ladang penduduk. Namun, setelah seorang fotografer mengabadikan gambar sunrise Borobudur nan epik dari bukit Punthuk Setumbu, orang-orang pun berdatangan mengunjungi tempat ini untuk menyaksikan matahari terbit. Bagi yang ingin menyaksikan keindahan Borobudur di kala fajar dan menunggu sunrise, Anda harus berada di tempat ini sebelum pukul 05.00 WIB.



            Untuk mencapai bukit ini cukup mudah, terdapat petunjuk arah menuju lokasi. Dari depan Taman Wisata Candi Borobudur, Anda bisa mengambil jalan menuju hotel Manohara, kemudian lurus menuju ke arah perbukitan Menoreh. Tak jauh dari situ ada pertigaan dan petunjuk arah bertuliskan Borobudur Nirvana Sunrise. Ambil jalan ke kanan mengikuti petunjuk arah hingga sampai di tempat parkir bukit Punthuk Setumbu. Dari parkiran yang ada di kaki bukit, Anda harus melakukan  treking sekitar 15 menit untuk mencapai puncak dengan rute berupa jalan makadam dan tanah. Bagi yang tidak kuat treking hingga puncak, tak jauh dari tempat parkir terdapat gazebo di mana wisatawan sudah bisa menyaksikan Borobudur dari kejauhan.


            Puncak Punthuk Setumbu sendiri berupa pelataran luas yang dikelilingi pagar pembatas. Di tempat ini terdapat rumah panggung, gazebo, dan kursi-kursi kayu yang bisa digunakan duduk menanti mentari terbit. Meskipun perjalanan treking di pagi hari sedikit melelahkan, namun hal tersebut akan terbayarkan saat menyaksikan sapuan kabut Borobudur yang perlahan terangkat naik dan mentari yang muncul dari balik gunung, terlihat begitu indah.  Waktu terbaik untuk datang ke tempat ini adalah saat musim kemarau yaitu sekitar bulan Juni hingga Agustus. Pada bulan-bulan ini matahari dapat terlihat dengan jelas tanpa diselimuti mendung. Selain itu trek menuju bukit tidak becek. Sedangkan jika ingin memotret candi Borobudur berselimutkan kabut, pengunjung bisa datang kapan saja. Wisatawan yang ingin menikmati keindahan sunrise dari Bukit Punthuk Setumbu wajib membayar retribusi sebesar Rp 15.000/orang.
            Puas menyaksikan sunrise, Anda bisa meneruskan petualangan ke Rumah Doa Bukit Rhema, yang ada di Dusun Gombong Desa Kembanglimus Magelang,  cukup berjalan kaki 10 menit dari bukit Punthuk Setumbu.   Orang-orang menyebut Rumah Doa Bukti Rhema  ini dengan sebutan "Gereja Ayam" karena desain bangunannya mirip seekor ayam yang memiliki ekor dan kepala. Jika dilihat dari udara, bangunan ini lebih terlihat menyerupai burung raksasa yang sedang berada di tengah hutan. Di sekitar bangunan ini masih terdapat pepohonan yang rindang dan semak belukar sehingga membuat udara pagi terasa sejuk.  Sebenarnya Gereja Ayam ini sudah terkenal di kalangan muda-mudi Yogyakarta dan Magelang. Setiap akhir pekan atau libur panjang, setidaknya ada ratusan wisatawan yang mengunjungi tempat ini.




            Sang pemilik bangunan, Daniel Alamsjah menyebut bahwa tempat ini bukan gereja, melainkan rumah ibadah yang diperuntukkan bagi seluruh umat yang percaya akan Allah. Pria ini mengatakan bahwa rumah doa ini sebenarnya ingin dibuat mirip burung merpati yang merupakan lambang dari perdamaian, ketulusan hati dan kelemahlembutan. Tetapi karena kekurangan biaya, pembangunannya tidak dilanjutkan. Ketika pengerjaan berhenti, sisi depan berbentuk mirip kepala ayam dan sisi belakang sudah terbentuk ekor. Jadi, orang-orang sekitar menyebutnya sebagai ‘’Gereja Ayam’’.


            Tarif masuk  ke tempat ini hanya Rp 5.000, Anda bisa menjelajahi bagian dalam "Gereja Ayam", termasuk memanjat hingga ke bagian puncak menaranya. Bagian utama bangunan  berupa sebuah aula yang berukuran sangat besar dan tidak diisi oleh perabot apa pun. 


Edukasi Sejarah dan Kopi

            Selain Punthuk Setumbu dan Rumah Doa Bukit Rhema, perjalanan tak terduga dari kebersamaan sehari  Cinta dan Rangga,  salah satunya terjadi di tempat bersejarah,  Kompleks Percandian Istana Ratu Boko yang dibangun abad ke-8. Lokasinya tidak jauh dari Candi Prambanan, tepatnya di jalan raya Prambanan-Piyungan.  
            Kompleks Percandian Istana Ratu Boko sendiri merupakan sebuah bangunan megah yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra. Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual. Dari tempat ini, Anda bisa merasakan kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota Yogyakarta dan candi Prambanan dengan latar gunung Merapi.



            Istana ini terletak pada ketinggian 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana seluas 250.000 m2 terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bila masuk dari pintu gerbang istana, Anda akan langsung menuju ke bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut Anda. Gapura pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Sekitar 45 meter dari gapura kedua, Anda akan menemui bangunan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut candi Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula candi Pembakaran yang berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2 teras. Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenazah. Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan Anda temui bila berjalan kurang lebih 10 meter dari candi Pembakaran.


            Sementara sumur penuh misteri akan Anda temui bila berjalan ke arah tenggara dari candi Pembakaran. Sumur itu bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Hingga kini, airnya pun masih sering dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Sementara orang-orang Hindu menggunakannya untuk upacara Tawur Agung sehari sebelum Nyepi.
            Melangkah ke bagian timur istana, Anda akan menjumpai dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan gua Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut gua Wadon. Persis di muka gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.
            Meski didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki unsur-unsur Hindu. Itu dapat dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni, arca Ganesha, serta lempengan emas yang bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha" sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain Dewa Siwa.  Dan, sebagai sebuah bangunan peninggalan, Istana Ratu Boko memiliki keunikan dibanding peninggalan lain. Jika bangunan lain umumnya berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan berupa tiang dan atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang tertinggal hanya batur-batur dari batu saja. Meskipun hanya tinggal bongkahan puing-puing, wisatawan tetap datang ke objek wisata ini


           
Selain  mengunjungi tiga tempat  di atas, Cinta dan Rangga juga mengunjungi Klinik Kopi milik Khusyu Firmansyah alias Pepeng yang berada di  Jl. Kaliurang Km7.5, Ngaglik, Sleman.  Kedai kopi ini terbilang sederhana, namun, cukup istimewa. Anda akan menemukan sebuah rumah unik berkonsep eco friendly yang dihiasi tanaman di sekelilingnya. Selain bisa menyicip ragam rasa kopi dari seluruh Indonesia, seperti Nagari Lasi, Takengon, Si Tujuh dan Solok, Lencoh Merapi, Papua, Java Tabacco, Anda diperbolehkan melihat langsung proses penyajian kopi, mulai dari penggilingan biji kopi sampai kopi diseduh langsung oleh tangan sang pemilik.





            Sambil menyaksikan proses pembuatan kopi, Pepeng akan menceritakan kisah di balik kopi yang  Anda minum, mulai dari asal kopi tersebut sampai petani yang menanamnya. Di sini Anda juga bisa berkonsultasi langsung mengenai jenis kopi yang cocok untuk Anda minum.  Harga secangkir kopi di kedai ini sangat terjangkau,  sekitar Rp 15.000. Selain itu, tersedia juga makanan ringan seperti pisang dan singkong goreng sebagai teman minum kopi.





Pertunjukan Multi Dalang Papermoon Puppet

SAAT bereuni,  Cinta dan Rangga kembali merasakan kedekatan ketika menyaksikan pertunjukan wayang boneka yang  dibawakan sekelompok seniman dari Yogya, Papermoon Puppet Show.  Sejoli ini mengunjungi studio Papermoon yang semula berlokasi di Jalan Langensuryo, Yogyakarta kini pindah ke Ds Sembungan, RT 2 Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.
Papermoon Puppet Show adalah pertunjukkan teater boneka yang didirikan pada tanggal 2 April 2006 oleh sepasang suami istri Iwan Effendi dan Maria Tri Sulistyani atau Ria. Pentas boneka di sini tidak diperuntukkan bagi anak-anak karena membawakan pertunjukkan yang mengangkat isu-isu dewasa. Papermoon Puppet Theatre sudah melanglang buana ke mancanegara. Mereka sering mementaskan teater boneka di festival-festival seni di beberapa negara, seperti di Kuala Lumpur, Philadelphia, New York, Washington DC, New Delhi, Thailand, Filipina, Jepang dan yang terbaru di tiga kota di Inggris.




            Beberapa judul yang dipentaskan di sini, di antaranya Noda Lelaki di Dada Mona (2008), Mau Apa? (2009-2010), Mwathirika (2010-2013), Secangkir Kopi dari Plaja (2011), dan Laki-Laki Laut (2013). Khusus untuk  Ada Apa Dengan Cinta 2, Papermoon menampilkan karya Secangkir Kopi dari Plaja dengan sentuhan baru.  Pertunjukkan yang diangkat dari cerita nyata cinta yang sempat hilang ini dirasa sama dengan kisah antara Cinta dan Rangga. Tekstur wajah boneka saat pementasan diambil dari dekat yang membuat seakan boneka itu nyata. Dengan musik yang membuat 'hidup' cerita Secangkir Kopi dari Plaja ini tetap hadir tanpa dialog,


            Pertunjukan teater boneka ini berbeda dengan pergelaran wayang di mana dalang selalu duduk di balik layar sebagai sutradara tunggal, yang terdengar hanya dinamika suaranya yang mewarnai beragam tokoh karakter wayang. Tapi Papermoon menawarkan warna kontemporer di dunia teater, yaitu  bagaimana mengawinkan konsep dalang yang biasanya tunggal, menjadi multi dalang yang dimainkan oleh sejumlah orang yang memegang boneka-bonekanya. Manusia dan boneka berkolaborasi di atas panggung yang sama dan sangat hemat kata. Penonton dilatih untuk membaca gerak dan simbol.
           

Masjid Tiban Turen


Berkunjung ke Masjid Tiban Turen
Cukup Lapor, Tak Dipungut Biaya

 


Rute menuju pondok pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah  dari stasiun Malang dapat ditempuh dengan angkutan umum jurusan AG (Arjosari-Gadang) dengan tarif Rp 4000, turun di terminal Gadang. Kemudian dilanjutkan dengan menaiki mini bus dengan tarif  Rp 7000, turun di pangkalan ojek. Dari pangkalan ojek, Anda bisa minta diantar ke Masjid Tiban dengan tarif 10 ribu.  Selain naik kendaraan umum, akses menuju lokasi sangatlah mudah untuk dijangkau dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat. Meskipun demikian publikasi tentang adanya pondok pesantren ini sangatlah kurang. Sehingga tidak semua orang tahu keberadaan pondok pesantren ini.




Jalan atau gang yang harus dilewati menuju pondok ini tak terlalu lebar. Di kiri kanan sepanjang jalan, Anda akan menemukan lapak-lapak yang berjualan makanan, souvenir dan oleh-oleh khas Malang milik warga sekitar.  Sesampainya di pondok ini, Anda akan melewati pintu gerbang setinggi 30 meter. Para pengunjung yang membawa kendaraan roda dua atau empat bisa langsung parkir melalui pos informasi 1, selanjutnya akan diarahkan menuju lahan parkir dan informasi 2. Namun, bagi pejalan kaki bisa langsung menuju pos informasi 2 melalui lorong dengan warna kemasan yang megah. Sementara kendaraan besar harus parkir di pingir jalan raya.


Jika Anda pertama kali mengunjungi tempat ini Anda akan diberikan kartu masuk yang nantinya harus Anda serahkan ke bagian informasi sekaligus mengambil kartu untuk keluar. hal ini dimaksudkan untuk keamanan. Pengunjung hanya akan ditanya nama atau pemimpin rombongan, jumlah rombongan dan kendaraan yang digunakan. Tidak ada pungutan biaya apapun, bahkan jika membutuhkan pendamping akan disediakan pemandu dengan cuma-cuma. Data yang tertulis di selembar kertas tersebut dibawa pengunjung sebagai bekal menyusuri komplek bangunan pesantren. Wisatawan bisa memasuki masjid tanpa dipungut biaya (free), hanya menyebutkan nama, tujuannya kemari dan asal lalu akan diberi secarik kertas sebagai tanda izin masuk. Kertas tersebut nantinya diberikan kembali kepada petugas saat meninggalkan masjid. Seperti adab ketika bertamu saja, saat kunjungan izin dahulu dan saat meninggalkan tempat maka berpamitan.






Rabu, 01 Juni 2016

Masjid Tiban Turen Malang

Mengungkap Kebenaran Munculnya Masjid Tiban Turen

  
Bangunan megah yang disebut sebagai ‘’Masjid Tiban’’ ini berdiri di tengah perkampungan. Kisah berdirinya bangunan ini sempat membuat heboh masyarakat karena proses pembangunan yang terkesan misterius.

           


BANGUNAN berornamen perpaduan gaya Timur Tengah, Arab, Eropa dan Asia Timur  dengan warna dominan biru dan putih ini berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk. Persisnya berada di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau sekitar 40 kilometer ke arah selatan dari Kota Malang. Jarak dari jalan raya menuju lokasi bangunan,  hanya sekitar satu kilometer.
            Warga lokal menyebut bangunan megah ini dengan nama ‘’Masjid Jin’’ atau ‘’Masjid Tiban’’.  Disebut demikian karena konon bangunan ini ada secara tiba-tiba tanpa diketahui bagaimana kisah pembuatannya. Tidak seperti lazimnya sebuah bangunan yang didirikan di kampung yang pada proses pembangunannya akan melibatkan masyarakat sekitar.
Warga memang melihat mobil
pembawa bahan bangunan keluar masuk perkampungan, tetapi tidak dijumpai alat berat, seperti umumnya saat mendirikan bangunan bertingkat tinggi. Ya, pembangunan ‘’Masjid Tiban’’ ini memang tertutup. Pada saat dibuka, kondisi bangunan sudah setengah jadi sehingga membuat warga sekitar heran dan menyebut bangunan itu sebagai ‘’masjid tiban’’ atau ‘’masjid yang dibangun oleh jin’’  





            Untuk meluruskan desas-desus yang berkembang, pengelola membuat pengumuman yang ditulis dengan huruf besar, ditempatkan di depan meja tamu : “Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok muncul dengan sendirinya), dibangun oleh Jin dsb., itu tidak benar. Karena bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.”  Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah  sendiri bermakna ‘’laut madu’’  atau  ‘’fadilah rohmat’’.
            Meski kini menjadi kunjungan wisatawan, bahkan menjadi salah satu tujuan untuk berwisata religi, pihak pengelola menolak ‘’Masjid Tiban’’ disebut sebagai lokasi wisata. Mereka lebih senang dikenal sebagai pondok pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri 'Asali Fadlaailir Rahmah. Karena itu di beberapa sudut tertulis permintaan kesadaran dari para pengunjung agar bersikap selayaknya di pesantren, bukan di tempat wisata. Pengunjung diminta mengenakan pakaian sopan, berjilbab bagi muslimah dan menjaga kebersihan.

Akuarium, Gua

            Memasuki pondok pesantren ini, Anda akan dibuat kagum. Di pintu masuk, Anda diminta untuk melepas alas kaki. Sebelum berkunjung ke sini, Anda sebaiknya bersiap membawa kantung plastik sebagai tempat alas kaki. Dari pintu masuk, Anda akan menelusuri sebuah lorong dengan pembatas dinding berornamen indah. Teruslah menyusuri lorong, hingga Anda menemukan pintu di sisi kiri,  dan masuklah dari pintu ini. Anda akan menemui halaman lapang dan melihat taman bernuansa alami sebagai area penghubung menuju bangunan lainnya. Di sini, Anda bisa memotret suasana sekeliling karena sebagian dindingnya dihiasi ornamen batu-batuan warna cokelat alami.



            


Setelah puas berfoto, kembalilah ke pintu keluar.  Tak jauh dari situ, Anda akan mendapati pintu lain, mirip mulut gua. Tak usah ragu untuk memasukinya. Karena ini adalah ruangan akuarium yang sengaja dibuat dengan pencahayaan yang redup.  Di ruangan akuarium ini terdapat toilet dan juga tempat berwudlu. Pada beberapa dindingnya terdapat akuarium berisi ikan hias. Dan uniknya pada atap dan dinding ruangan akuarium ini  berhiaskan stalaktit dan stalakmit  yang menonjol di mana-mana, layaknya sebuah gua.  



            Di ruang akuarium, Anda  juga akan menemukan tangga yang menghubungkan dengan  ruangan lainnya. Anda akan menemukan lokasi yang terdapat berbagai hiasan yang tergantung di langit-langit maupun yang ditempelkan pada dinding. Ada juga meja dan kursi yang terbuat dari bahan kayu yang bentuknya sangat artistik. Di bagian lain, Anda  juga akan menemukan kursi singgasana dan hiasan dinding bergaya India dan perpaduan rangkaian kaligrafi, yang didominasi warna kuning keemasan. Di tempat ini, para pengunjung memanfaatkannya untuk berfoto bersama atau melakukan selfieSementara ruangan yang lain memiliki sentuhan interior bernuansa alam. Misalnya penempatan beduk yang di sekelilingnya terdapat penyangga batang pohon buatan berukuran raksasa. Ornamen di sini mengingatkan pada interior dan hiasan yang ada di tempat wisata di Kota Batu.







Jangan berhenti sampai di sini, Anda harus melanjutkan berkeliling pondok, karena di bagian lain, Anda akan menemukan kubah dengan berbagai hiasan, di mana di depannya diletakkan sejenis pohon kurma buatan yang dilengkapi lampu kerlap-kerlip. Yang lebih mengagumkan, di lantai atasnya lagi terdapat kebun jagung yang tumbuh subur. Juga terdapat semacam pekarangan yang disulap mirip kandang sebagai tempat pemeliharaan beberapa ekor monyet.
Ya, ruangan yang ada di pondok pesantren ini memang saling terhubung satu dengan yang lainnya. Setiap ruang mempunyai desain dan ornamen yang berbeda-beda. Jadi, Anda tidak akan bosan memasuki ruang demi ruang. Dominasi desain ruangannya tidak jauh dari gaya kaligrafi dengan dibuat dengan berbagai model, jenis, warna, bentuk, dan corak.   Sebenarnya  bangunan pondok pesantren ini memiliki lift, namun, masih belum bisa difungsikan. Meskipun belum sepenuhnya selesai dibangun, ada anak tangga yang landai ataupun jalan yang menghubungkan antar ruang, sehingga Anda tidak merasa jika sudah naik ke lantai berikutnya. Jika Ada merasa capai ketika berjalan, ada banyak tempat untuk beristirahat. Tersedia  banyak kursi berdesain unik. 




            Secara keseluruhan, bangunan utama pondok dan masjid ini memiliki 10 lantai. Tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para santri pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang dikelola oleh para santriwati, berbagai macam makanan ringan dijual dengan harga murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual berupa pakaian sarung, sajadah, jilbab, tasbih dan sebagainya.
Tak hanya unik, di dalam pondok pesesantren tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya boleh dinaiki anak-anak. Di dalam komplek pondok pesantren juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.




Ramah Lingkungan

            Menelusuri sejarahnya,  pondok pesantren ini memiliki perjalanan yang panjang. Ponpes ini didirikan oleh pemilik sekaligus pengasuh pondok pesantren yaitu KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al Mahbub Rahmat Alam, sering disebut dengan Romo Kiai Ahmad. Rintisan pembangunan masjid dimulai tahun 1963 dan pembangunan fisik dimulai tahun 1978 dengan material seadanya, seperti batu merah. Seiring dimulainya pembangunan pondok tersebut, datang para santri  untuk menetap dan mereka turut serta dalam pembangunan yang dilakukan tahap demi tahap. Tahun 1992, pembangunan masjid sempat terhenti. Pada akhir 1998, pembangunan kembali diteruskan hingga saat ini. Pembangunan ponpes ini tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya saat mendirikan gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok.  
Dikutip dari situs ‘Ponpes Bibaafadlrah’, Romo Kiai Ahmadlah yang menjadi arsitek bangunan ini, dan ia tidak menyontek bangunan lain. Beliau membangun masjid dengan dana sendiri tanpa meminta-minta, tidak ‘toma’ (mengharapkan pemberian orang), dan tidak meminjam. Saat pembangunan, Romo Kiai Ahmad konon tidak punya uang seribu rupiah pun untuk jatah pembangunan. Namun, ketika Beliau punya niat untuk melaksanakan haji bersama keluarganya dan keinginan membangun musala, keadaan menjadi berubah. Terlebih setelah Beliau melaksanakan ibadah haji berkali-kali bersama keluarga, Kiai Ahmad kemudian bisa membangun pesantren seperti sekarang ini.
            Hal lain yang perlu Anda ketahui, proses pembangunan pondok pesantren ini dilakukan secara ramah lingkungan. Bahkan ada salah satu bagian dari masjid yang sengaja dibuat dengan posisi menghindari sebuh pohon kelapa. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga pohon tersebut tetap hidup sehingga tidak perlu menebangnya. Pembangunan kamar atau ruangan dengan segala desainnya dibiayai oleh para jamaah. Mereka mengerjakannya secara gotong royong sesuai kemampuan. Ada yang hanya membantu tenaga, serta ada pula yang membantu biaya.
            Karena untuk kemaslahatan, pengelola pondok tidak pernah menghitung berapa biaya yang sudah dikeluarkan. Mungkin sudah mencapai puluhan bahkan miliaran rupiah. Ada sekitar 325 santri yang menetap bersama keluarganya di sini. Mereka tinggal di lingkungan pesantren, sambil terus mengembangkan usaha. Sementara jumlah santri yang tidak menetap jumlahnya mencapai ribuan.