Memotret Batu Alien di Merapi
ERUPSI
gunung Merapi, Oktober 2010, masih membekas dalam ingatan. Gunung berapi paling
aktif di Indonesia itu memuntahkan materi vulkanik dan menyapu bersih tiga desa
di Sleman Yogyakarta. Sebanyak 335 jiwa meninggal dalam peristiwa tersebut
termasuk kuncen gunung Merapi, Mbah Maridjan. Setelah erupsi, kawasan sekitar gunung
Merapi yang terletak dalam satu garis lurus dengan Tugu Jogja, Keraton, dan
Pantai Parangtritis ini rata diterjang lahar dan menyisakan lautan pasir yang
luas.
Bagi yang ingin menelusuri atau napak
tilas dahsyatnya amukan Merapi, Anda bisa mengikuti Merapi Lava Tour, yaitu paket
menjelajahi erupsi Merapi dengan mobil berkekuatan empat penggerak, Jeep
Willys. Merapi Lava Tour menjanjikan
petualangan menantang dan mendebarkan sekaligus sarat wawasan lingkungan.
Penyedia layanan tur ini cukup banyak di Kaliurang. Namun, rata-rata rute yang
ditempuh dalam Lava Tour dimulai dari parkiran Tlogo Putri, Mini Museum ‘’Sisa
Hartaku’’, Batu Alien, Bunker Kaliadem, Petilasan Rumah Mbah Maridjan, Kali
Kuning dan kembali lagi ke Kaliurang. Untuk
menikmati Lava Tour, wisatawan dapat memilih paket wisata yang ditawarkan.
Biasanya, ada empat paket dengan rentang harga dan waktu tempuh yang beragam
yakni short trip, medium trip, long trip,
dan sunrise trip. Semakin jauh rute
yang dipilih, semakin banyak tempat yang bisa dilihat. Tur rute pendek dengan Jeep berisi maksimal 4
orang dewasa harganya Rp 350.000, sementara untuk medium Rp 450.000
dan untuk long Rp 600.000.
Petualangan dimulai saat pengemudi memacu
Jeep hingga memasuki hutan kecil dengan jalanan berbatu. Di sepanjang jalan,
Anda menyaksikan pemandangan beragam mulai dari perkampungan yang sudah rata
dengan tanah, lautan dan gundukan pasir, sampai pemakaman massal korban Merapi.
Selama mengikuti tur, Anda diajak singgah ke berbagai tempat yang memiliki
kisah menarik. Lokasi pertama yang disinggahi adalah Mini Museum ‘’Sisa
Hartaku’’ yang berada di daerah Petung,
Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Untuk melihat-lihat isi museum, pengunjung tidak
dipungut biaya. Namun, pengunjung yang datang bisa memberi uang seikhlasnya di
kotak sumbangan untuk perawatan museum. Mini museum ini sebenarnya adalah bekas
rumah Riyanto yang terbagi dalam beberapa ruangan, seperti ruang tamu, ruang
tengah, dan dua buah kamar. Di salah satu ruangan, pengunjung dilarang untuk
memotret isi dalam ruangan. Museum ini dibangun untuk mengenang peristiwa dahsyat
yang sulit untuk dilupakan warga sekitar. Kini Riyanto tinggal di rumah
relokasi di dusun Pagerjurang, Kepuharjo, Cangkringan, yang berjarak 4
kilometer dari museum ini.
Masuk mendekat, rumah itu
berlantaikan sisa debu vulkanik. Semua barang yang ada di meja dan lantai rumah
itu terbungkus abu. Mesin penjahit, televisi tabung, monitor komputer, sendok
piring, dokumen kertas, tas, baju, alat gamelan semua tak terpakai akibat
muntahan debu panas vulkanik. Pada sebuah jam dinding, tercatat kisaran angka
12.04.42. Itulah saksi sejarah kapan bencana di rumah tersebut datang. Jam
dinding tersebut ditemukan dalam posisi terbalik di bawah lapisan pasir merapi.
Melempar pandangan ke dinding,
coretan dengan menggunakan batu arang bertebaran. Tulisan di dinding bernada
sama, soal bencana. Di antaranya, 'habis sudah semua', 'bencana bukan
akhir segalanya', ‘’Merapi tak pernah ingkar janji’’, sampai ungkapan populer dari pujangga Jawa,
Ronggowarsito, 'sak bejo- bejane wong kang lali, isih bejo wong kang eling
lan waspodho'.
Batu ‘Alien’
Dari Mini Museum ‘’Sisa Hartaku’’
perjalanan berlanjut ke Batu Alien atau spot batu berwajah yang merupakan
bongkahan batu besar yang terkena letusan Merapi. Batu besar itu terletak tak
jauh dari bibir jurang Kali Gendol. Batu Alien ini memiliki ‘’wajah’’
manusia. Pemandu wisata menyarankan batu ini harus difoto agar bisa melihat
'penampakan' wajah dengan jelas. Memang tampak sekilas batu itu tak ada yang
unik. Hanya bongkahan batu besar di sebuah ketinggian. Namun, setelah menuruti
saran pemandu tersebut, dan mengeceknya, memang batu itu, di sisi kanan,
terlihat seakan memiliki mata, telinga dan mulut.
Keunikan batu itu tak sampai di situ
saja. Selain berpenampakan wajah ‘alien’, batu itu juga berpenampakan kepala
singa. Sama seperti sebelumnya, sang pemandu menyarankan untuk melihat
penampakan itu dengan cara memotretnya. Saat difoto, penampakan wajah singa
terlihat dari arah belakang kepala ‘’alien’’. Pada ujung batu tampak ada hidung
dan mulut singa dilengkapi dengan rambut sang raja hutan tersebut.
Ihwal nama ‘’alien’’, menurut sang
pemandu, sebenarnya hanya plesetan saja. Warga lokal awalnya menyebut itu
adalah batu 'alihan' dalam bahasa Jawa. Jika diartikan pada bahasa Indonesia
maksudnya adalah batu pindahan dari puncak Merapi yang telah terseret sejauh 7
kilometer hingga kampung Jambu. Kali Gendol yang ada di dekat batu ‘alien’ itu
juga terdampak oleh erupsi. Kedalaman kali yang berisi pasir dan material alami
itu awalnya mencapai 90-an meter. Namun, setelah erupsi, kedalaman sungai
tinggal 20-50-an meter.
Dari spot Batu Alien, petualangan
dilanjutkan ke Bunker Kaliadem. Dari sini, pengunjung dapat melihat puncak
gunung dari 2 kilometer jarak pandang. Sebelum Merapi meletus, Kaliadem adalah
area camping ground dengan berbagai
fasilitas seperti musala, area publik, warung permanen, menara pandang. Di area
ini, terlihat Desa Kaliadem yang porakporanda karena bencana letusan Merapi
dahsyat pada tahun 2010 silam.
Selain sisa-sisa pasir dan permukaan
tanah tandus, tampak juga sebuah bunker yang konon digunakan sebagai tempat
perlindungan dari bahaya lahar panas. Ada tangga menurun ke arah pintu. Pengunjung
boleh turun dan melihat isi bunker. Setelah
pintu besi bunker yang berat didorong, terlihat satu ruangan lapang seukuran
ruang kelas di dalam bunker. Bentuk ruangannya berbentuk setengah lingkaran,
dengan bekas lahar panas yang telah membatu di tengah bunker. Satu-satunya
sumber penerangan hanyalah cahaya dari pintu masuk. Dulu sempat ada dua relawan
yang tewas kena lahar panas di bunker ini. Menurut cerita masyarakat setempat, konon,
pada sore hari sering terdengar suara menangis dari bunker itu. Percaya tidak
percaya, suasana di dalam bunker Kaliadem memang begitu suram dan menyedihkan.
Meski begitu, jika Anda berada di
sekitar kawasan Bunker Kaliadem, pemandangan yang disajikan di kaki gunung
Merapi ini begitu memukau. Pemandangan yang sangat indah terlihat bila
cuaca cerah di perjalanan menuju Merapi. Puncak Merapi kelihatan gagah
mengeluarkan asap yang tidak henti-hentinya.
Dari Bunker Kaliadem, Anda akan
diajak ke kampung Mbah Maridjan, juru kunci gunung Merapi yang meninggal karena
terkena awan panas, di Dusun Kinahrejo Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman. Kinahrejo merupakan
dusun dengan kerusakan terparah karena lokasinya yang paling dekat dengan gunung
Merapi. Kini dusun tersebut sudah tak ditinggali masyarakat, namun sering
dikunjungi wisatawan. Selain melihat indahnya puncak Merapi, banyak hal yang
bisa kita lihat di sini. Memasuki Dusun Kinahrejo, Anda bisa melihat foto-foto
terjadinya erupsi 2010 silam. Sedikit jalan ke atas, Anda bisa melihat lokasi
bekas rumah Mbah Maridjan. Tepat di depannya ada warung yang menjual suvenir
serta makanan. Jika Anda beruntung bisa bertemu Ponirah (73), istri Mbah
Maridjan.
Lokasi bekas rumah Mbah Marijan
diberi garis pembatas dari bambu dan papan kayu dengan tulisan 'Petilasan Rumah
Mbah Maridjan', sehingga memudahkan wisatawan mengenali bekas tempat bangunan
rumah juru kunci Gunung Merapi itu. Saat ini bekas atau petilasan bangunan
rumah almarhum Mbah Maridjan dibangun kembali dengan bangunan pendapa terbuka
dan diberi foto Mbah Maridjan yang diberi bingkai dengan posisi berdiri. Bangunan
lain yang ada di dekatnya menyimpan puing-puing hasil sisa erupsi gunung
Merapi seperti bangkai motor, bangkai mobil, meja kursi, dan sisa-sisa
perabotan rumah. Fasilitas umum yang disediakan oleh museum ini adalah musala,
kamar mandi umum, pendapa yang dapat digunakan untuk bersantai, dan gardu
pandang untuk mengamati Gunung Merapi bila tidak tertutup kabut.
Puas menyusuri kawasan Merapi kurang
lebih 3 jam, sebelum kembali ke Kaliurang, perjalanan diakhiri dengan bermain
air di Kali Kuning dengan Jeep. Wisata air dengan Jeep di Kali Kuning ini
merupakan momen yang dinanti para wisatawan yang melakukan Lava Tour. Di area
Kali Kuning, Anda diajak untuk menguji nyali dengan naik Jeep yang melaju di
bebatuan sungai. Dan cipratan air dari Jeep yang melaju memberikan sensasi yang
membuat wisatawan tak ingin permainan air ini cepat berakhir.