Rabu, 18 April 2018

Lubang Tambang Mbah Soero Sawahlunto


Saksi Bisu Perjuangan Orang Rantai 




Sawahlunto, kota di Sumatera Barat ini sejak zaman Belanda terkenal dengan tambang batu baranya.  Ir. De Greve yang menemukan cadangan batu bara di sekitar Batang Ombilin pada pertengahan abad ke-19. Sejak 1 Desember 1888 pemerintah kolonial Belanda menanam uang untuk membangun berbagai fasilitas guna mengeruk batu bara di wilayah ini. Karena orang-orang Belanda pernah tinggal di sini, maka ketika berkunjung ke kota yang diapit Bukit Barisan ini, kita seperti dibawa kembali ke zaman kolonial. Gedung-gedung di kota ini masih banyak yang  bergaya Belanda.
            Kota yang diapit oleh tiga kabupaten yaitu Solok, Tanah Datar dan Sijunjung ini juga memiliki objek wisata, di antaranya wisata sejarah. Salah satunya Lobang Mbah Soero yang merupakan lubang bekas tambang pertama di Sawahlunto. Lokasinya berada di  jalan M Yazid, Tangsi Baru, Kelurahan Tanah Lapang, Lembah Soegar. Sejak tahun 2007, lubang ini dibuka untuk dijadikan wisata menelusur terowongan tambang. Nama Mbah Soero sendiri diambil dari  nama mandor yang berasal dari Jawa yang dipekerjakan di lubang tambang ini. Ia dikenal sebagai pekerja keras, tegas, taat beragama, dan memiliki ilmu kebatinan tinggi, sehingga sangat disegani oleh para buruh tambang.
            Untuk bisa menelusuri Lobang Mbah Soero, pengunjung  harus masuk ke Gedung Info Box yang merupakan galeri tambang batubara Sawahlunto. Tempat ini sebelumnya merupakan gedung pertemuan buruh yang dibangun pada tahun 1947, tempat dilangsungkannya pertemuan dan berbagai acara hiburan. Dari tempat inilah pengunjung masuk ke lubang tambang yang berada di sebelah kanan gedung dan wajib ditemani oleh pemandu wisata. Di tempat ini pengunjung akan dipinjami topi dan sepatu tambang sebelum melakukan penelusuran. Harga tiket masuk Rp 8 ribu/orang dan sebagai kenang-kenangan Anda akan diberi sertifikat.


            Pengelola tempat wisata ini mengeluarkan peraturan larangan masuk bagi wanita yang sedang datang bulan. Tidak diketahui apa penyebab adanya larangan ini, mungkin karena banyak ditemukan kerangka manusia saat objek wisata ini dibuka kembali, sehingga masyarakat harus menghormati tempat ini. Untuk menyusuri lubang ini,  Anda membutuhkan waktu 25 menit dan ujung lubang ini berada di seberang jalan dari pintu masuk. Wisatawan yang  bisa masuk ke sini maksimum 20 orang untuk menjaga kecukupan pasokan udara di dasar lubang.






            Sebelum menelusuri lubang tambang, Anda bisa melihat patung ‘orang rantai’ yang tengah mendorong lori berisi batubara, diawasi oleh seorang mandor yang berada di halaman, di antara Gedung Info Box dan Lobang Mbah Soero. Pintu masuk ke lubang tambang sendiri masih tertutup dan dikunci, dan baru dibuka ketika ada wisatawan yang hendak menyusuri tempat ini.







            Lubang tambang ini ditutup tahun 1930 karena tingginya rembesan air, dan baru dibuka kembali pada 2007 untuk dijadikan tempat wisata.  Bekas tambang batubara ini dipugar sejak 26 Juni 2007 dengan mengerahkan 15 pekerja untuk memompa air yang menggenangi lubang. Dibutuhkan waktu sekitar 20 hari untuk mengeringkan air di Lubang Tambang Mbah Soero ini. Renovasi terowongan ini selesai dilakukan sekitar akhir Desember 2007.



            Lubang Tambang Mbah Soero dengan lebar dan tingginya sekitar 2 m ini memiliki kedalaman 15 m dari permukaan tanah, dan baru bisa dimasuki sejauh 186 meter, dari bekas lubang galian tambang yang diperkirakan memiliki panjang keseluruhan sekitar 1 km. Ujung Lobang Mbah Soero konon mengandung energi mistik yang sangat besar.
            Dasar lubang tambang ini terlihat rapi dengan penerangan yang cukup baik. Udara segar dipompa ke dalam lubang dari permukaan tanah dan dialirkan melalui pipa-pipa, yang membuat udara di dasar lubang tambang tetap terasa segar. Pengeras suara pun telah dipasang jika sewaktu-waktu diperlukan. Salah satu lubang di dasar lubang tambang masih ditutup dengan pagar besi. Di beberapa tempat, atap lorong dilapis pelindung untuk melindungi pengunjung dari tetesan air yang masih merembes turun dari langit-langit.


            Bekas tambang batubara ini  menjadi saksi bisu penderitaan orang-orang rantai, yaitu para tawanan yang dipaksa bekerja menambang batubara sambil dirantai agar tidak melarikan diri. Banyak di antara mereka yang kemudian tewas karena sakit, kelaparan, atau ditembak karena membangkang.  Mbah Soero sendiri adalah seorang pesakitan yang kabarnya  didatangkan dari Jawa dan menjadi pemimpin orang-orang rantai ini. Beliau sangat dihormati dan dipercaya memiliki kesaktian yang digunakan untuk membela rakyat termasuk orang-orang rantai. Sementara itu istri Mbah Soero adalah dukun beranak yang yang juga disegani masyarakat. Tidak diketahui dari mana asal-usul Mbah Soero sebenarnya, setelah wafatnya, tokoh masyarakat ini kemudian dimakamkan di pemakaman orang rantai di Tanjung Sari Sawahlunto.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar